Page 55 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 NOVEMBER 2020
P. 55

minimum. Balikan, terdapat ancaman gelombang PHK besar-besaran jika kenaikan UMP 2021
              direalisasikan.
              "Dengan penetapan upah yang tidak sesuai dengan surat edaran, dapat dipastikan akan semakin
              mempersulit  dunia  usaha  yang  pada  ujungnya  akan  menyebabkan  gelombang  PHK  besar-
              besaran dalam kondisi krisis," ujar Hariyadi dalam konferensi pers di kantor Apindo, Jakarta,
              Senin (2/11).

              Dia mengaku, Apindo sulit menerima keputusan pemerintah tidak menaikkan UMP pada 2021.
              Sebab,  dalam  kondisi  memburuknya  ekonomi  karena  pandemi  Covid-19,  seharusnya  UMP
              diturunkan,  sehingga  kelangsungan  pekerja/  buruh  dapat  terjaga.  "Dengan  berbagai  proses
              dialog dan diskusi, kami berusaha memahami keputusan pemerintah," ucap Hariyadi.

              Hariyadi menerangkan, acuan usulan penurunan UMP adalah formula penentuan upah minimum
              berdasarkan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  78  Tahun  2015.  Kalau  memakai  rumus  itu,  UMP
              seharusnya turun, karena ekonomi Indonesia Kuartal 11-2020 turun 5,32% dan inflasi 1,24%.
              Hariyadi  mempersilakan  perusahaan  menaikkan  upah  minimum,  jika  mampu.  Namun,  bukan
              berarti  harus  dijadikan  acuan  untuk  menuntut  kenaikan  upah.  Sebab  kata  dia,  banyak  juga
              perusahaan yang sedang kesulitan, akibat dihantam pandemi Covid-19.

              Berdasarkan  catatan  Apindo,  sebanyak  84%  perusahan  mencatat  penurunan  pendapatan,
              bahkan  sebagian  merugi.  Hanya  14%  tercatat  stabil  atau  mampu  mempertahankan  kinerja
              perusahaan dan 2% mengantongi laba.

              Hariyadi tidak memungkiri kenaikan UMP itu berbalut politis. Sebab, nama-nama gubernur yang
              menaikkan memang digadang-gadang masuk sebagai calon presiden 2024.

              Kinerja Manufaktur
              Di sisi lain, industri manufaktur nasional masih lemah pada Oktober 2020, telihat pada indeks
              manajer  pembelian  (purchasing  manager  indac/YMS)  sebesar  47,8%,  naik  dari  bulan
              sebelumnya  47,2.  Ini  dipicu  efek  pengetatan  pembatasan  social  berskala  besar  (PSBB)  DKI
              Jakarta pada September 2020. PMI itu dirilis IHS Markit, setelah menyurvei sejumlah manajer
              pembelian di perusahaan manufaktur Indonesia. PMI di atas 50 menandakan manufaktur tengah
              ekspansif, sedangkan di bawah 50 berarti kontraksi.

              Kepala Ekonom HIS Markit Bernard AW menuturkan, manufaktur Indonesia memburuk pada
              awal kuartal IV tahun ini, akibat produksi dan permintaan baru yang menurun. Ini terjadi di
              tengah tindakan penanganan berkelanjutan untuk mengontrol penyebaran Covid-19.

              Meski kebijakan PSBB Jakarta telah dilonggarkan pada pertengahan Oktober 2020, dia menilai,
              dorongannya masih terbatas untuk sektor manufaktur. Bahkan, volume produksi terkontraksi
              selama dua bulan berturut-turut. "Untuk produksi, arus masuk order baru turun lebih lambat,
              sedangkan permintaan terus melemah pada tingkat yang substansial. Apalagi, pandemi Covid-
              19 terus meredam sisi permintaan secara keseluruhan," ujar dia dalam keterangan tertulis.

              Saat ini, dia menerangkan, pemain manufaktur nasional terus berjuang menghadapi permintaan
              yang  lemah,  biaya  overhead  yang  meningkat,  dan  tantangan  Covid-19.  Pemain  manufaktur
              berharap  kondisi  tahun  depan  lebih  baik.  "Kami  memperkirakan  pelonggaran  PSBB  pada
              pertengahan Oktober baru terlihat dampaknya terhadap kondisi manufaktur pada November,"
              ujar dia. (try)

              Hariyadi B Sukamdani




                                                           54
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60