Page 42 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 AGUSTUS 2020
P. 42

JAKARTA, KOMPAS --- Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Sire-
              gar mengungkapkan melalui dialog dengan para pekerja, mayoritas pekerja kini cemas. "Di satu
              sisi mereka harus bekerja demi menafkahi diri dan keluarga. Di sisi lain mereka khawatir tertular
              virus korona baru," katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (4/8/2020).

              Para pekerja umumnya mengeluhkan kendurnya protokol keamanan Covid-19 di tempat kerja.
              Padahal,  perusahaan  atau  lembaga  mewajibkan  mereka  untuk  masuk  kerja  dengan  alasan
              bekerja dari rumah tak efektif untuk meningkatkan produktivitas kantor.
              Timboel menjelaskan, ada dua jenis hal yang dikeluhkan pekerja. Pertama, kantor pada awal
              pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sangat ketat menerapkan protokol keamanan. Setiap
              orang yang datang selalu diperiksa suhu tubuhnya, diminta mencuci tangan dengan sabun atau
              minimal disediakan cairan antiseptik, wajib memakai masker, dan di ruang kerja diterapkan
              menjaga jarak fisik minimal 1,5 meter.

              Namun,  di  kantor  yang sama  selama  sebulan  terakhir  protokol  itu  melonggar.  Tak  ada  lagi
              pengecekan  suhu  tubuh  ataupun  pengawasan  kedisiplinan  pekerja.  Karyawan  bergerombol
              mengobrol pada jam istirahat, di sela-sela pekerjaan, dan ketika menunggu kendaraan umum
              di depan kantor dibiarkan oleh manajemen ataupun petugas keamanan.

              Adapun kantor jenis kedua ialah yang sedari awal enggan menerapkan protokol keamanan. Baik
              atasan maupun bawahan sama-sama tidak disiplin menjaga jarak ataupun memakai masker.
              Hal ini belum ditambah kecemasan pekerja yang harus naik angkutan umum untuk berangkat
              dan pulang kerja. Kebijakan ganjil genap untuk kendaraan milik pribadi mengakibatkan mereka
              yang  tidak  memiliki  dua  kendaraan  harus  naik  bus,  kereta,  MRT,  ataupun  angkutan  kota.
              Fasilitas antar-jemput oleh kantor jarang ditemukan karena banyak perusahaan mengaku tidak
              mampu menyediakannya.

              "Menunggu pekerja mengutarakan protes ke manajemen bukan solusi. Pemerintah pusat dan
              daerah bisa menurunkan pengawas yang rutin datang melihat dan memastikan setiap tempat
              kerja menegakkan kedisiplinan protokol," tutur Timboel.

              Petugas dari dinas ketenagakerjaan dan berbagai lembaga terkait bisa menjadi personel yang
              datang memeriksa perkantoran. Ia menambahkan, bisa pula dipertimbangkan untuk membuka
              piket kerja pada hari Sabtu dan Minggu. Cara ini bisa memecah kepadatan yang terjadi pada
              hari kerja reguler.

              Sebelumnya, Ketua Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta Diana Dewi menerangkan bahwa
              60 persen perusahaan di Jakarta bergerak di sektor strategis yang semasa PSBB mendapat
              pengecualian serta tetap bisa beroperasi penuh. Kantor-kantor ini memiliki banyak pekerjaan
              yang belum bisa dilakukan dari jarak jauh karena berkenaan dengan operasional permesinan
              ataupun pelayanan tatap muka.

              Pada kesempatan berbeda, ekonom pakar ketenagakerjaan dari Institute for Development of
              Economics and Finance, Ah-mad Heri Firdaus, mengatakan, pandemi menggenjot kebutuhan
              bagi perusahaan, terutama di Jakarta dan sekitarnya, untuk memanfaatkan teknologi digital.

              "Pekerjaan  manual  yang  dilakukan oleh  pekerja blue  collar,  seperti petugas  kebersihan  dan
              keamanan, bisa diteruskan secara luring. Namun, pekerjaan seperti administrasi dan akuntansi
              bisa dialihkan ke digital. Caranya dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di
              bidang itu untuk menguasai program komputer yang bisa membantu mereka," ujarnya.

              Ia mengingatkan kepada perusahaan bahwa investasi di teknologi dan pelatihan pekerja bukan
              biaya,  melainkan  investasi.  Sakit  adalah  biaya  dan  kerugian  yang  harus  ditanggung  oleh
              perusahaan.
                                                           41
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47