Page 63 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JUNI 2021
P. 63
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) KSPSI DIY bahkan dengan tegas mendukung wacana lockdown
atau kuntara demi menekan angka pertumbuhan kasus Covid-19 yang semakin tinggi. Namun
demikian, dalam siaran pers yang dikirim, Sabtu (19/6/2021) sore, DPD KSPSI DIY mensyaratkan
beberapa hal penting yang berkaitan dengan nasib buruh dan pekerja. "Wacana lockdown
bukan yang pertama kali diutarakan oleh Gubernur dalam merespons tingginya penularan Covid-
19. Namun lockdown belum pernah benar-benar dilakukan, yang ada PSBB dan PPKM yang
cenderung merugikan pekerja pariwisata, pengusaha kecil, dan pekerja informal," ujar Irsad Ade
Irawan selaku Ketua DPD KSPSI DIY.
Berdasarkan fakta tersebut DPD KSPSI DIY menyatakan sikap yang dituangkan dalam butir
keputusan mereka. Di antaranya terapkan lockdown secara murni dan konsekuen, bukan
sekedar basa-basi tanpa implementasi.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X diminta untuk mengacu pada UU 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan. Jika mengacu pada aturan tersebut, maka kuntara yang
dilakukan adalah "Karantina Wilayah". "Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar
masyarakat DIY dan makanan hewan ternak menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan
daerah," ujar Irsad.
KSPSI DIY menginginkan Pemda menjamin pemenuhan hak mendapatkan pelayanan kesehatan
dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan dan kebutuhan kehidupan sehari-hari bagi
seluruh masyarakat. Pemda DIY juga wajib memastikan tidak ada PHK dan pemotongan upah
selama dan pasca ditetapkan karantina wilayah. "Pemerintah DIY memastikan adanya bantuan
hukum gratis bagi buruh yang mengalami dampak kesewenang-wenangan pengusaha seperti
PHK dan pemotongan upah. Pemerintah DIY juga harus mer6ivisi UMK DIY 2021 minimal Rp 3
juta," paparnya.
Pemda DIY juga didesak membentuk satgas perlindungan buruh dan mengeluarkan kebijakan
perlindungan buruh selama pandemi Covid-19. "DPD KSPSI DIY menolak lockdown yang tidak
berdasarkan pada UU 6/2018, apalagi hanya kebijakan pembatasan yang cenderung merugikan
pekerja pariwisata, pengusaha kecil dan pekerja informal," tandasnya. (ros).
62