Page 138 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 FEBRUARI 2021
P. 138
ALASAN PERLINDUNGAN AWAK KAPAL INDONESIA MASIH LEMAH
JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves)
membeberkan beberapa faktor yang masih mengganjal proses perlindungan awak kapal.
International Labour Organization (ILO) mencatat Indonesia adalah penyuplai pekerja perikanan
terbesar di dunia, baik yang bekerja di laut bebas maupun yang bekerja di negara setempat
sebagai pelaut residen. Jumlah pelaut Indonesia hingga 8 Februari 2021 mencapai 1.198.476
orang.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves Basilio Dias Araujo
mengungkapkan meski jumlah awak kapal Indonesia besar, perlindungan masih kurang. Masih
banyaknya peraturan di Indonesia yang tidak sinkron dengan aturan internasional. Selain itu,
ratifikasi konvensi internasional juga masih sangat minim.
Lebih detailnya, beberapa faktor yang masih membuat lemahnya perlindungan awak kapal di
Indonesia di antaranya adalah pertama, belum diubahnya UU No.13/2003 tentang
Ketenagakerjaan sehingga menyebabkan belum terbentuknya tata kelola ketenagakerjaan
khususnya untuk pelaut.
Dia menilai dalam UU No.2/2008 tentang Pelayaran pada pasal 337, ketentuan ketenagakerjaan
di bidang pelayaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan. Sayangnya, belum ada perubahan di UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Kami berupaya memfasilitasi antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan supaya memperbaiki tata kelola profesi pelaut sesuai
dengan konvensi internasional yang ada," kata Basilio kepada wartawan, Rabu (17/2/2021).
Kedua, minimnya jumlah konvensi internasional yang diratifikasi oleh Indonesia. Basilio
mengungkapkan dari sekitar 40 konvensi internasional yang mengatur perlindungan pelaut baik
di kapal niaga maupun kapal ikan, Indonesia baru meratifikasi sekitar tiga sampai empat ratifikasi
saja.
"Artinya, kurang ada perhatian dari Kementerian Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, kami
mendorong kementerian meratifikasi konvensi itu, agar kita bisa mengikuti syarat internasional,"
ujarnya.
Salah satu konvensi yang penting, tetapi belum diratifikasi Indonesia adalah konvensi ILO C 188
yang mengatur profesi pelaut di sektor perikanan, profesi diatur dalam ILO C 188. Kabarnya,
Kementerian Luar Negeri tengah mengupayakan persiapan ratifikasi konvensi tersebut.
Basilio menegaskan Indonesia harus menjadi role model dalam menerapkan perlindungan
kepada anak buah kapal (ABK) mengingat Indonesia merupakan poros maritim dunia.
"Jangan mengharapkan negara Eropa meratifikasi karena mereka bukan negara supplier pelaut,"
ujarnya.
Ketiga, belum adanya aturan resmi yang melaksanakan konvensi internasional yang sudah
diratifikasi seperti Maritime Labour Convention tahun 2006 yang mengatur tentang pekerjaan di
kapal niaga. Konvensi ini layaknya Omnibus Law untuk profesi pelaut karena konvensi tersebut
menjadi payung bagi delapan konvensi internasional lainnya.
"Namun, sampai hari ini belum ada aturan resmi yang dibuat Kementerian Ketenagakerjaan
untuk melaksanakan aturan internasional yang telah kita ratifikasi tersebut," ungkapnya.
Keempat, tidak sinkronnya beberapa UU dengan konvensi internasional yang berlaku. Pada poin
ini, permasalahan paling banyak terjadi.
137

