Page 96 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 SEPTEMBER 2020
P. 96
dalam konferensi pers AKBAR Sumatera Utara di LBH Medan, Senin (21/9).
(Analisadaily/Christison Sondang Pane) Medan - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR RI) dan pemerintah terus melakukan pembahasan draf Omnibus Law Rancangan Undang-
Undang Cipta Kerja, meskipun mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat di tanah
air.
Ada 1.244 pasal yang dibahas, dan masih ditemui poin-poin yang dinilai tidak berpihak pada
kepentingan petani. Misalnya ketentuan jangka waktu hak atas tanah di atas hak pengelolaan
pada Pasal 127 ayat (3) diberikan selama 90 tahun. Pengelolaan ini dapat diberikan hak guna
usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.
Padahal, dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) telah mengatur jangka waktu HGU diberikan selama 25 atau 35 tahun kepada
pemohon yang memenuhi persyaratan.
Kepala Divisi Sumber Daya Alam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Alinafiah Matondang,
menilai ketentuan itu akan membuat ruang hidup petani semakin sempit. Ditambah lagi
ketidakterbukaan pemerintah atas dokumen hak guna usaha, yang menjadi sumber masalah.
Di dalam Omnibus Law, Ali lanjut menjelaskan, Presiden diberikan seolah-olah menjadi lembaga
tertinggi negara, karena akan bisa merevisi undang-undang dengan menerbitkan peraturan
pemerintah yang baru.
"Kalau pun nanti, ada terjadi persoalan Hak Guna Usaha, Presiden akan sangat otoriter
menyelesaikan ini. Persoalan lainnya, pembahasan ini juga tidak melibatkan partisipasi publik,"
kata Ali dalam konferensi pers Akumulasi Kemarahan Buruh dan Rakyat Sumatera Utara menuju
Hari Tani Nasional di kantor LBH Medan, Senin (21/9).
"Seperti soal HGU, pemerintah dan DPR harusnya memanggil masyarakat yang terdampak oleh
adanya pembahasan RUU Cipta Kerja. Pada kenyataannya tidak. Yang diakomodasi adalah elit
politik dan pemodal. Jadi, apapun ceritanya Omnibus Law ini tidak akan bisa menyejahterakan
masyarakat, sebagaimana yang dimanatkan Undang-undang Dasar 1945," tutur Ali.
Ali menambahkan, apalagi Omnibus Law ini arahnya ke industrialisasi, padahal rakyat belum siap
karena warga di Indonesia ini masih banyak yang bertani.
Pada jumpa pers juga disampaikan, AKBAR Sumatera Utara juga akan melakukan unjuk rasa ke
kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara dalam memperingati Hari Tani
Nasional 2020, Kamis (24/9).
Salah satu juru bicara dari AKBAR Sumut, Rianda Purba mengatakan, pada HTN 2020 nanti,
2000-an massa akan melakukan demonstrasi, dengan menyampaikan berbagai tuntutan,
terutama soal agraria di Indonesia, termasuk di Sumatera Utara.
Kata dia, sepanjang 2013-2017 telah terjadi setidaknya 53 konflik agraria di areal eks HGU
Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) 2. Ia juga menyampaikan, ada 32 areal kelola
rakyat di Sumut masih berkonflik berkepanjangan dengan perkebunan dan sangat rentan
terjadinya penggusuran.
"Kami meminta kepada Gubernur Sumatera Utara agar segera menyelesaikan konflik-konflik
agraria, termasuk eks HGU PTPN 2," pinta Manajer Kajian dan Advokasi Wahana Lingkungan
Hidup (Walhi) Sumatera Utara ini.
Masih kata Rian, momentum Hari Tani Nasional sebagai wadah untuk menolak Omnibus Law
Rancangan Undang-undang Cipta Kerja. Menurutnya, peraturan itu hanya akan mempermudah
95