Page 94 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 SEPTEMBER 2020
P. 94
"Sebab Omnibus Law juga memperpanjang ketimpangan agraria yang masih berlangsung hingga
sekarang dengan memperpanjang masa waktu HGU (Hak Guna Usaha) menjadi 90 tahun,"
katanya.
Manajer Kajian dan Advokasi WALHI Sumatera Utara, Rianda Purba menambahkan, Omnibus
Law adalah pintu bagi iklim investasi di banyak sektor dan akan mengobral aturan demi
kemudahan investasi.
Seperti dalam hal perizinan di sektor agraria, sumber daya alam, lingkungan hidup, penataan
ruang, pertambangan mineral dan batubara, kehutanan, pertanian, kelautan dan perikanan,
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, keanekaragaman hayati, ketenagalistrikan, dan
administrasi pemerintahan.
Selama ini, konflik agraria, konflik tenurial di kawasan hutan, dan konflik sumber daya alam
lainnya saja sudah berdampak pada petani, masyarakat adat, nelayan, disahkannya RUU
Omnibus Law, kata dia, akan memperparah kondisi tersebut.
"Di Omnibus Law beberapa aturan penting dalam penegakan lingkungan dan sumberdaya alam
dan agraria dihapus total seperti Amdal yang dihapuskan, izin lingkungan hidup dan kehutanan
yang dipermudah," katanya.
Kemudian kemudahan pengadaan lahan dan penggunaan kawasan hutan, serta proyek
pemerintah. Kewenangannya, hanya akan diatur dengan peraturan pemerintah. Hal tersebut
diperparah lagi bahwa semua perizinan tidak lagi melibatkan peran masyarakat secara
partisipatif.
"Termasuk dalam pemberian atau perpanjangan izin perkebunan, pertambangan, atau industri
ekstraktif lain yang kewenangannya hanya ada di tangan pemerintah pusat." Jebakan untuk
Negara Dunia Ketiga Ketua Kesatuan Perjuangan Rakyat, Martin Luis menilai, Omnibus Law
hanya bertujuan untuk semakin memfasilitasi Kaum modal baik Internasional maupun Nasional
yang terus mencari cara untuk keluar dari Krisis yang tak kunjung selesai.
Dengan menggagas Revolusi 4.0, negara-negara imperialis terus mencari jalan untuk
mengalirkan modalnya ke negara-negara berkembang melalui kerjasama ekonomi. Kemudian,
menjebak negara dunia ketiga dengan politik utang luar negeri. Indonesia yang sejatinya sebagai
negara berkembang, sejak berjalannya Program MP3EI pada tahun 2011 ternyata tidak mampu
menarik negara-negara imperialis untuk berinvestasi.
"Melainkan telah terjebak pada pembangunan infrastruktur yang menelan banyak anggaran
tetapi tidak bisa menarik Investasi, jebakan infrastruktur," katanya.
Hal tersebut, lanjutnya, hanya ditujukan demi melayani kepentingan modal asing untuk
merampok dan menindas Rakyat Indonesia. Di tengah pandemi COVID-19 secara global,
pemerintah bukannya fokus menangani dan memeranginya, justru bersama dengan DPR-RI
bergegas untuk mengesahkan Omnibus Law.
Senada, Staff Advokasi - Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) Halim
Sembiring mengatakan, Omnibus Law mengkhianati cita-cita reforma agraria yang tertuang
dalam UU PA. Jika pemerintah dan DPR RI tetap mengesahkan, gelombang perlawanan yang
sudah ada akan menyebar.
"Pada tanggal 24 September 2020 mendatang, 2000-an masa aksi petani, masyarakat adat,
buruh, mahasiswa, perempuan dan elemen organisasi masyarakat sipil akan turun ke jalan untuk
menggagalkan RUU Omnibus Law di momentum Hari Tani Nasional 2020," katanya. | SUMUT
NEWS Sumatera Utara Sumut Regional Kabar Daerah 1001 media online Medan2020 (c) PT
Dynamo Media Network Version 1.1.280.
93