Page 108 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 AGUSTUS 2020
P. 108
Karena itulah, bersama teman-teman separtai, kami memberi perhatian besar terhadap poin
kemudahan investasi dan berusaha dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. Kami meyakini,
kebijakan ini harus dilahirkan untuk sebesar-besarnya kemanfaatan dan kesejahteraan bagi
rakyat.
Sedari awal, sikap pribadi dan juga sikap resmi partai adalah mengeluarkan klaster
ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja. Kami meyakini bahwa pengaturan ketenagakerjaan
sebagai output yang dihasilkan RUU tersebut harus dibahas tersendiri. Pekerja sebagai
penggerak ekonomi negara, harus diberi porsi yang sama pentingnya dengan kemudahan
berusaha dan investasi.
Membahas perlindungan dan kesejahteraan pekerja yang sepotong-sepotong di dalam omnibus
law akan menjadi tidak tepat. Gagasan itu kami sampaikan di ruang formal persidangan DPR
ataupun di setiap kesempatan dialog bersama pemerintah dan publik. Tidak semua fraksi
mendukung usulan ini. Namun, jika argumentasi terus kami sampaikan dalam ruang-ruang
dialog, akan ada perubahan dan kesepahaman yang dihasilkan.
Mengingat kembali proses dialog di dalam tim perumus bersama serikat pekerja/buruh, sebagai
ketua tim, saya tegaskan bahwa DPR ialah kawan yang memerlukan input dari serikat
pekerja/buruh. DPR bukanlah lawan yang harus dinihilkan. Sebaliknya, DPR justru perlu dijadikan
kawan bagi kaum pekerja untuk menyampaikan kepentingannya.
Benar saja, salah satu pimpinan serikat buruh pun langsung menjawab dengan pernyataan
bahwa buruh tidak antiinvestasi dan kemudahan berusaha. Baru di menit-menit awal tim
perumus sudah melalui titik krusial untuk memperoleh kesepahaman. Baik kalangan
buruh/pekerja maupun DPR sama-sama menginginkan terciptanya lapangan kerja agar
kesempatan kerja bagi rakyat makin terbuka luas. Gagasan kemudahan investasi dan berusaha
di dalam RUU Cipta Kerja sebagai cara menciptakan lapangan kerja bisa dipahami bersama. Hal
ini pun langsung mementahkan tuduhan bahwa buruh/pekerja antiinvestasi.
Investasi, sebagaimana idiom 'asing', telah lama mendapatkan konotasi yang negatif dalam
kehidupan sosial-politik kita. Seperti ada semacam narasi yang terbangun bahwa investasi ialah
eksploitasi, sedangkan 'asing' dikonotasikan sebagai aksi kolonialisme. Padahal, dunia terus
berubah dan tak sevulgar dulu yang bisa disederhanakan lewat definisi-definisi ideologis semata.
Dalam perjalanannya, ada dialektika yang terjadi; ada pula ruang-ruang kolaborasi dari
perkembangan dunia saat ini. Pada kenyataannya, kalangan pekerja sekalipun mampu
memahami dan menerimanya.
Selanjutnya, tinggal bagaimana melindungi dan menyejahterakan buruh/pekerja yang perlu
disusun detailnya. Sebagai ketua tim, usulan agar serikat buruh terlibat langsung dan mengawasi
pengisian daftar inventaris masalah (DIM) pun bisa diterima bersama. Serikat buruh ingin agar
UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tetap berlaku karena dinilai lebih baik dari
pengaturan di RUU Cipta Kerja. Hal ini menjadi bahasan dalam forum yang konstruktif dan
dialogis itu. Tim perumus pun sepaham untuk memasukkan usulan tersebut dan akan diajukan
fraksi-fraksi sebagai pembahasan di DPR.
Akhirnya, pertarungan gagasan niscaya membutuhkan ruang dialog. Prosesnya harus kita lalui
meski onak dan duri akan menyertai. Soal hasil, di situlah medan pertarungannya. Momen dua
hari Tim Perumus Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja kemarin telah menjadi pelajaran
berharga dan laku utama (best practice) bagi anak bangsa ini.
Berdialoglah Bung karena inilah jejak peradaban bangsa semenjak dulu dan jalan kita
memajukan demokrasi!
107