Page 406 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 AGUSTUS 2020
P. 406

Fitra menuturkan melihat adanya RUU Cipker di Indonesia sama halnya dengan melihat Harz
              Reform di Jerman. Karena itu apabila bicara soal reformasi ketenagakerjaan berarti sebenarnya
              itu juga lintas sektor.

              "Berarti kita bicara namanya pendidikan, profesional shcool, itu juga dibenerin, termasuk sistem
              unemployment  juga  diberdayakan.  Yang  jelas  ini  win  win  situation,  untuk  tidak  hanya  para
              pengusaha tapi juga para pekerja," lanjutnya.

              Lebih  jauh,  Fitra  mengatakan,  bahwa  dampak  dari  kebijakan  RUU  Cipker  ini  memang butuh
              waktu. kata dia, sama halnya seperti Harz Reform, dampaknya akan terasa sekitar 4-5 tahun
              mendatang.

              Selain itu, RUU Cipta Kerja juga menjadi momentum dalam memanfaatkan bonus demografi di
              Indonesia yang akan berakhir hingga tahun 2030 mendatang.

              "Kita kan dihadiahi adanya bonus demografi nih, dan akan habis secara teknis itu tahun 2030,
              dan sebelum habis maka harus di genjot momentumnya, kalau kita kalah momentumnya, jadi
              kita akan tua sebelum kaya," ucapnya.

              Menurut Fitra banyaknya penolakan dari berbagai kalangan terkait adanya RUU Ciptaker ini lebih
              dikarenakan  dibuatnya  aturan  ini  tidak  banyak  melibatkan  banyak  orang.  Padahal,  kata  dia,
              aturan ini membahas banyak kebijakan di lints sektor. Hal itu yang membedakan antara RUU
              Cipker dan Harz Reform di Jerman.

              "Jadi kita lihat sekarang kenapa RUU ini banyak penolakan itu lebih karena banyak yang tidak
              terlibat, seperti top down, dan para pekerja dan akademisi juga sangat sedikit yang dilibatkan,
              nah ini yang menyebabkan banyaknya penolakan2 terhadap RUU Cipta kerja dan omnibus law
              pada umumnya," katanya.

              Saksikan video menarik berikut ini:  Editor : Dimas Ryandi  Reporter : Gunawan Wibisono   .








































                                                           405
   401   402   403   404   405   406   407   408   409   410   411