Page 386 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 OKTOBER 2020
P. 386

PERHITUNGAN UPAH BURUH SEHARUSNYA BERDASARKAN PRODUKTIVITAS
              SEKTOR USAHA
              Undang-Undang (UU) 13 Tahun 2003 dan PP 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, pengaturan
              Upah  Minimum  Provinsi  (UMP)  dan  Upah  Minimum  Kabupaten  (UMK)  mengatur  perhitungan
              upah  berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

              Namun dalam UU Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah bersama DPR pada 5 Oktober
              2020  lalu,  kata  "dan"  diubah  menjadi  "atau"  yakni  perhitungan  upah  mengacu  pada  pilihan
              pertumbuhan ekonomi atau inflasi.

              Perubahan kata ini mendapat kritikan dari para buruh. Bahkan buruh akan melakukan aksi besar-
              besaran kembali dan menggugat UU Cipta Kerja tersebut melalui jalur hukum jika pemerintah
              tidak mengubah perhitungan  upah  ini.

              Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
              Tauhid Ahmad pun mengusulkan, agar pengaturan upah berdasarkan produktivitas per sektor,
              agar tidak terjadi tumpang tindih.

              "Menurut saya justru dikaitkan dengan produktivitas yang bisa mengikuti perkembangan dari
              dinamika sektor. Saya setuju upah sektoral menjadi sangat penting dan dikaitkan dengan industri
              masing-masing," kata Tauhid kepada  Liputan6.com, Selasa (13/10/2020).

              Ia menilai produktivitas di setiap sektor berbeda, misalnya saat ini sektor Telekomunikasi sedang
              naik sedangkan sektor lain turun seperti industri tekstil banyak yang tutup. Jika upah semua
              sektor disamakan maka akan menyebabkan dampak untung-rugi antara pengusaha dan buruh.

              Ruginya  untuk  perusahaan  nantinya  akan  bangkrut,  dan  dampaknya  terhadap  pekerja  atau
              buruh yang terpaksa di PHK lantaran perusahaan sektor tertentu mengalami  kerugian akibat
              peraturan pengupahan yang tidak tegas.

              "Saya kira jauh lebih baik perhitungan  upah  dikaitkan dengan produktivitas dan itu berlaku di
              banyak negara. Pekerjaan berat adalah kita menurunkan inflasi serendah mungkin, inflasi kitakan
              rata-rata 3 persen. Berarti produktivitas itu macam-macam, produktivitas inflasinya ada yang 4
              persen bahkan lebih tinggi yang diserahkan kepada sektor masing-masing," jelasnya.

              Kemudian, Ketika suatu sektor lagi turun maka upah pun mengikuti perkembangan perusahaan.
              Jadi secara akumulatif nanti semua sama-sama untung. Misalnya Ketika perusahaan lagi untung
              pekerja juga untung.

              "Saat pengusaha lagi untung banget tapi buruhnya hanya dikasih 5 persen kenaikan gaji kasihan
              buruhnya. Tapi Ketika perusahaan rugi banget buruh tetap minta upah naik hingga 5-8 persen
              ya kasihan perusahaan lama-lama juga akan tutup. Nah konsep ini yang menurut saya penting,"
              ujarnya.

              Oleh  karena  itu,  Tauhid  mengusulkan  kepada  Pemerintah  agar  tegas  dalam  menentukan
              peraturan  upah  bagi  pekerja,  agar  kedua  belah  pihak  antara  buruh  dan  pengusaha  saling
              diuntungkan, dan tidak ada istilah berat sebelah.

              "Iya, kalau "atau" biasanya yang dapat tambahan 5 persen bisa saja dengan "atau" bisa plus
              bisa minus pendapatannya itu tidak tegas. Usul saya inflasi plus produktivitas itu jauh lebih pas,"
              pungkasnya.





                                                           385
   381   382   383   384   385   386   387   388   389   390   391