Page 210 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 OKTOBER 2020
P. 210
negative - Nining Elitos (Ketua Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia) Pemerintah
justru terkesan mengobral tenaga kerja. Ke depan tenaga kerja kita semakin tidak jelas. Dan
Omnibus Law ini jadi malapetaka
Ringkasan
- Upah minimum sektoral kabupaten (UMSK), karyawan kontrak, dan outsourcing raib dari
Omnibus Law. Karena itu, Serikat Pekerja (SP) menolak untuk dilibatkan pada pembahasan
kluster ketenagakerjaan antara Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan
Pemerintah.
OMNIBUS LAW LINDAS BURUH, OUTSOURCING JADI PEKERJA SEUMUR HIDUP
- Upah minimum sektoral kabupaten (UMSK), karyawan kontrak, dan outsourcing raib dari
Omnibus Law. Karena itu, Serikat Pekerja (SP) menolak untuk dilibatkan pada pembahasan
kluster ketenagakerjaan antara Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan
Pemerintah.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan, saat UMSK hilang
upah buruh di sektor industri akan turun 30 persen dengan pemberlakuan omnibus law. Maklum,
UMSK adalah upah minum berdasar sektor industri, yang nilainya di atas upah minimum (UMK).
"Jumlah buruh penerima UMSK itu puluhan juta orang. Tidak mungkin dalam satu pekerjaan
dengan jumlah jam kerja sama, ada buruh menerima UMK dan yang lainnya UMSK. Ini akan
terjadi diskriminasi," tutur Said Iqbal di Jakarta, Selasa (29/9).
Rabu, 30 September 2020 - 15:20 Karena itu, bilang Said, tidak adil kalau sektor otomotif seperti
Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel Morowali dan lain-
lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itu, seluruh
dunia ada Upah Minimum Sektoral (UMS) berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri
terhadap produk domestik bruto (PDB) negara. "UMSK harus tetap ada. Jalan tengahnya,
penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang dapat UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk
beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja," ulasnya.
Sedangkan perundingan nilai UMSK, masih ujar Said, dilakukan oleh asosiasi jenis industri
dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional. Di mana, keputusan penetapan
tersebut hanya berlaku di beberapa daerah dan jenis sektor industri tertentu sesuai kemampuan
sektor industri tersebut. "Jadi, tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri
berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK," ujarnya.
Rabu, 30 September 2020 - 13:09 Said mengungkapkan, karyawan kontrak dan outsourcing
seumur hidup tanpa batasan waktu dan jenis pekerjaan menjadi masalah serius bagi buruh.
Dengan sistem saat ini, bisa jadi tidak ada pengangkatan karyawan tetap. Karena pengusaha
akan cenderung mempekerjakan buruh kontrak dan outsourcing. "Ketika tidak ada karyawan
tetap dan banyaknya buruh kontrak yang mudah dipecat, dengan sendirinya pesangon dan
jaminan sosial seperti pensiun, hari tua, dan jaminan kesehatan akan berpotensi hilang,"
jelasnya.
Selain itu, Said juga mempertanyakan pembayaran Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk
karyawan kontrak dan outsourcing. Sebab, tidak mungkin buruh membayar kompensasi
kehilangan pekerjaan untuk dirinya sendiri, dengan iuran JKP buruh ikut mengiurnya. "Aneh
kalau buruh harus membayar kompensasi dengan uangnya sendiri. Itu pun belum jelas,
bagaimana kalau pengusaha hanya mengontrak buruh di bawah satu tahun. Berarti buruh
209