Page 377 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 377
"Karena dilakukan dengan sangat tergesa-gesa, dilakukan dengan sangat terburu-buru, seakan
kejar tayang. Sabtu Minggu mereka membahas, di tempat hotel yang berpindah-pindah," ujar
Riden saat dihubungi DW Indonesia, Selasa (06/10) malam.
Unjuk rasa untuk menolak RUU Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU ini pun terjadi di
sejumlah daerah. Selama tiga hari para buruh melakukan aksi mogok kerja di wilayah masing-
masing.
"Kami nanti melakukan aksinya (mogok kerja) di tempat kerja masing-masing, karena kita juga
memperhatikan protokol Covid-19," ungkap Riden.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya membantah
bahwa proses pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR dilakukan secara terburu-buru. Ia
mengatakan selama enam bulan terakhir DPR fokus membahas permasalahan yang ada di dalam
RUU tersebut.
"RDPU (rapat dengar pendapat umum) itu dilakukan 14 April. Kami melakukan serap aspirasi
sebulan lebih untuk RDPU. Panja (panitia kerja) mulai membahas DIM (daftar inventarisasi
masalah) tanggal 20 Mei. Jadi apa yang buru-buru? Biar kita tidak terjebak begini," tegas Willy.
Mencemati dengan seksama Willy meyakini bahwa RUU Cipta Kerja akan memberikan dampak
positif kepada angkatan kerja di masa mendatang.
"Wajar kemudian mereka kecewa karena ada beberapa poin yang kemudian dikurangi. Situasi
saat ini banyak PHK, banyak pengangguran, angkatan kerja kita bertambah dengan bonus
demografi yang besar. Kita membutuhkan investasi untuk padat karya bukan padat modal,"
jelasnya.
Willy pun mengimbau masyarakat untuk membaca dan mencermati dengan seksama isi dari RUU
Cipta Kerja yang disahkan. Ia berpendapat bahwa polemik yang beredar akhir-akhir ini
dikarenakan adanya kesalahpahaman.
"Ini kita demo tidak tahu mana yang kemudian berubah, karena enggak baca, karena masalah
sosmed saja. Kalau mau baca dulu dengan seksama, cermati mana-mana poin yang berubah,"
ujar politisi Partai Nasdem ini.
Serukan mosi tidak percaya Sekretaris Jenderal KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan)
Susan Herawati, menilai RUU Cipta Kerja merugikan nelayan skala kecil karena kebijakan
tersebut tidak memberikan indikator khusus terhadap definisi nelayan skala kecil.
"Artinya, kita akan berhadapan langsung dengan investasi skala besar, dengan disamakannya
posisi nelayan kecil dengan nelayan besar, maka kewajiban perlindungan yang harus diberikan
oleh negara kepada nelayan menjadi hilang," ujar Susan dalam diskusi daring, Senin (05/10).
Sementara itu, kepada DW indonesia, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati,
berpendapat bahwa pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU adalah cermin kemunduran
demokrasi. Nur mengatakan bahwa pengesahaan RUU Cipta Kerja merupakan "puncak
pengkhianatan negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan
lingkungan hidup serta generasi mendatang." Pihaknya pun menyerukan mosi tidak percaya
kepada DPR dan pemerintah.
"Satu-satunya cara menarik kembali mosi tidak percaya yang kami nyatakan ini hanya dengan
cara negara secara sukarela membatalkan pengesahan RUU Cipta Kerja," terang Nur dalam
pernyataan tertulisnya.
376