Page 48 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 48
Omnibus Law juga mempermudah PHK. Itu terlihat pada Pasal 154A, khususnya Ayat 1 huruf
(b) dan (i): Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan perusahaan melakukan
efisiensi dan pekerja/buruh mangkir. Padahal sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah
memberikan putusan PHK karena efisiensi hanya bisa dilakukan, ketika perusahaan tutup
permanen. Dengan pasal ini, bisa saja perusahaan melakukan PHK dengan alasan efisiensi meski
sedang untung besar.
Selain itu, PHK bisa dilakukan karena buruh mangkir (tanpa dijelaskan berapa lama mangkir,
sehingga bisa hanya 1 hari). Padahal, dalam UU 13 Tahun 2003 PHK karena mangkir hanya bisa
dilakukan setelah mangkir 5 hari berturut-turu dan dipanggil minimal 2 kali secara tertulis.
Lalu coba anda terangkan, benarkah Jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang?
Karena outsourcing dan karyawan kontrak bebas, sulit bagi mereka bekerja hingga masa
pensiun. Sehingga tidak mendapatkan jaminan pensiun. Selain itu, karena rentang diputus
kontrak, tidak lagi mendapatkan jaminan kesehatan.
Lalu apakah benar semua karyawan berstatus tenaga kerja harian ?
Omnibus Law mengatur hubungan fleksibel dengan mudah rekrut dan pecat. Mungkin saja akan
banyak buruh berstatus tenaga kerja harian. Selain itu, Omnibus Law waktu kerja ' fleksibel. Itu
justru meningkatkan jumlah pekerja informal industri padat karya. Misalnya, pabrik boneka,
sepatu, baju, tidak lagi mendirikan pabrik tetapi cukup mendirikan kantor saja. Lalu, pengusaha
akan memberikan order ke masyarakat atau buruh yang bekerja dari rumah (home industry).
Dengan sistem seperti ini, tidak ada perlindungan untuk buruh. Upah hanya dibayarkan
seenaknya dan tidak ada jamian kesehatan dan jaminan pensiun.
Dampak lebih jauh, hasil produksi dari para buruh ini menjadi tidak kompetitif dan terjadi
eksploitasi terhadap tenaga buruh. Saat ini saja itu sudah terjadi di sektor garmen, sepatu,
makanan minuman, dan boneka. Padahal tujuan Omnibus Law ini salah satunya adalah
menanbah jumlah pekerja formal dari perpindahan sektor informal.
Terkait Tenaga Kerja Asing (TKA) bebas masuk, apakah itu benar? Apa tanggapan anda?
UU Ciptaker telah menghilangkan kewajiban bagi TKA untuk memiliki izin. Dalam Pasal 42 Ayat
(1) UU 13 tahun 2003 disebutkan: Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki
izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Tetapi dalam UU
Omnibus Law diubah dengan hanya memiliki pengesahan Rencana Penggunaan (RPTKA). Jelas
ini mempermudah TKA masuk. Apalagi praktiknya, saat ini TKA unskill sudah banyak masuk.
Dalam UU Omnibus Law perubahan terhadap Pasal 42 Ayat lUU 13 Tahun 2003 hanya
mewajibkan pemberi kerja yang mempekerjakan TKA memiliki pengesahan RPTKA dari
pemerintah pusat.
Kemudian benarkah buruh dilarang protes, ancamannya PHK? t Ini dampak dari meluasnya
buruh outsourcing dan kontrak. Karyawan kontrak itu, kalau tidak nurut (banyak protes), pasti
tidak akan diperpanjang kontraknya.
Terakhir, soal libur Hari Raya hanya pada tanggal merah dan tidak ada penambahan cuti? Apakah
ini benar, coba anda terangkan? Faktanya demikian. Ini karena dampak dari penerapan jam
kerja fleksibel dan upah per jam (lihat tanggapan sebelumnya). Sehingga hari libur pun, buruh
bisa saja diwaijibkan tetap bekerja, (nas)
47