Page 92 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 92
Telisa Aulia menjelaskan, terdapat dua hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk meyakinkan
dan mengejar para investor agar datang dan berinvestasi di Indonesia setelah UU Ciptaker
diberlakukan. Pertama, pemerintah perlu fokus mengejar investasi yang bersifat padat karya,
bukan padat modal.
"Pandemi Covid-19 mengharuskan adanya percepatan pemulihan ekonomi, sehingga investasi
yang bisa langsung menyerap banyak tenaga kerjalah yang diprioritaskan," tutur dia.
Kedua, menurut Telisa, dengan masih adanya penolakan dari para buruh, pemerintah juga harus
meyakinkan investor bahwa pemerintah melalui UU Ciptaker telah memberikan perlindungan
terhadap hak-hak para pekerja.
"Jika dua hal itu dilakukan, benefit dari UU Ciptaker akan tercipta, sehingga berdampak positif
ke investasi dan penyediaan lapangan kerja," ujar dia.
Telisa mengemukakan, penolakan para buruh terhadap UU Ciptaker bisa saja membuat investor
ragu untuk berinvestasi di Indonesia. Untuk itu, pemerintah sebaiknya menggelar dialog secara
intens dengan kalangan buruh, sehingga bisa saling berkomunikasi secara interaktif dan terbuka,
dengan kepala dingin.
Dialog, kata Telisa Aulia, perlu dilakukan antara pemerintah, buruh, dan pengusaha. "Supaya
investor makin yakin, kita di domestik harus kompak dan satu suara dulu. Perlu dialog. Barangkali
masih ada hal atau interpretasi yang belum sama, sehingga timbul kesimpulan yang asimetris,"
ucap dia.
RUU Ciptaker disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR, Senin (5/10). Omnibus law yang
memayungi 76 UU terdiri atas 15 Bab dan 174 pasal. UU tersebut dibuat untuk memudahkan
investasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi angka pengangguran dan
kemiskinan. UU ini juga ditujukan untuk mempercepat transformasi ekonomi nasional.
UU Ciptaker mencakup peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan perizinan, perlindungan
dan pemberdayaan UMKM dan koperasi, ketenagakerjaan, riset dan inovasi, kemudahan
berusaha, pengadaan lahan, kawasan ekonomi, investasi pemerintah pusat dan proyek strategis
nasional, dukungan administrasi pemerintahan, dan sanksi.
Dalam beberapa hari terakhir, kalangan buruh menolak UU ini karena dianggap terlalu berpihak
kepada pengusaha dan menganaktirikan para buruh. UU Ciptaker juga dianggap menghapus
hak-hak normatif buruh yang diatur dalam UU sebelumnya (UU No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan) .
Namun, pemerintah membantahnya. Menurut pemerintah, telah terjadi distorsi informasi di
kalangan buruh mengenai UU Ciptakerja. (tl/tk/az)
Perkembangan Pengangguran di Indonesia 2015 - 2021
Bahlil Lahadalia
91