Page 101 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 30 DESEMBER 2020
P. 101
"Dari jenis kasus kekerasan yang dihadapi jurnalis, sebagian besar berupa intimidasi (25 kasus),
kekerasan fisik (17), perusakan, perampasan alat atau data hasil liputan (15), dan ancaman atau
teror 8 kasus. Sedangkan dari sisi pelaku, polisi menempati urutan pertama dengan 58 kasus,
disusul tidak dikenal 9 kasus, dan warga 7 kasus," kata Abdul Manan.
Ditambahkan AJI mencatat setidaknya ada 56 jurnalis yang menjadi korban kekerasan saat
meliput demonstrasi menolak Undang-undang Cipta Kerja di berbagai daerah sepanjang 7-21
Oktober 2020.
"Ironisnya, pelaku dari semua peristiwa yang dikategorikan sebagai kekerasan terhadap jurnalis
ini adalah polisi, institusi yang seharusnya menegakkan hukum. Dalam kasus yang terjadi di
Jakarta, ada enam jurnalis yang juga ditahan di Polda Metro Jaya bersama para pengunjuk rasa,
meski dua hari kemudian dibebaskan," tambahnya.
AJI mencatat sejumlah kekerasan terhadap jurnalis dan perusahaan media dilakukan di ranah
digital. Kasus terbaru adalah jurnalis Tempo yang mengalami percobaan peretasan pada 24
Desember 2020, usai menulis laporan pembagian bansos. Adapun akun yang akan diretas yaitu
email, akun media sosial, dan aplikasi pengirim pesan instan di ponselnya.
Selain peretasan, AJI juga menyoroti kasus doxing yang terjadi sepanjang 2020.
Doxing adalah pelacakan dan pembongkaran identitas seseorang, lalu menyebarkannya ke
media sosial untuk tujuan negatif.
Ini seperti dialami jurnalis cek fakta Liputan6.com . Serangan doxing dilancarkan terkait karya
jurnalistik korban yang dipublikasikan pada 10 September 2020. Sehari kemudian pelaku
melancarkan serangan, dengan mempubikasikan data-data pribadinya di sejumlah akun media
sosial, termasuk Instagram dan Telegram. Foto pribadi jurnalis Liputan6.com diambil tanpa izin,
diubah menjadi animasi, untuk mendeskriditkan korban.
AJI Indonesia juga menyoroti Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 Tentang
Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan yang ditetapkan pada 27
November 2020. Salah satu yang diatur dalam aturan tersebut yaitu pengambilan foto, rekaman
audio dan rekaman audio visual harus seizin hakim atau ketua majelis hakim.
Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 4 ayat 6 yang berbunyi, "Pengambilan foto, rekaman audio
dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang
dilakukan sebelum dimulainya Persidangan." Pelanggaran terhadap Pasal 4 ayat 6
dikualifikasikan sebagai penghinaan terhadap pengadilan.
AJI menilai peraturan MA ini akan membatasi hak jurnalis dalam mencari informasi, yang itu
diatur dan dilindungi oleh Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentan Pers.
Abdul Manan juga menjelaskan situasi sulit akibat pandemi juga melahirkan sejumlah kebijakan
media yang tak menguntungkan para pekerjanya. Dengan alasan untuk bertahan dari krisis,
sejumlah perusahaan media antara lain melakukan PHK, menunda, dan memotong gaji.
Langkah-langkah drastis perusahaan media ini menjadi tekanan berat bagi pekerja media.
Dahsyatnya pukulan pandemi tentu dirasakan semua pihak, namun demikian krisis ini tidak bisa
dijadikan alasan bagi perusahaan-perusahaan media untuk bertindak sewenang-wenang kepada
karyawannya.
"AJI mendesak perusahaan media menghentikan kebijakan penundaan gaji, pemotongan gaji,
dan PHK sepihak. Kalau pun ada upaya drastis yang akan dilakukan, harus dilakukan sesuai
undang-undang," pungkas Abdul Manan. Sumber: BeritaSatu.com.
100