Page 184 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JULI 2021
P. 184

Tujuannya  untuk  mengakomodasi  dan  mencari  solusi  atas  sejumlah  permasalahan  kompleks
              kelembagaan  yang  dialami  BP2MI  dalam  upaya  memberikan  pelindungan  kepada  para  PMI.
              Permasalahan  tersebut  antara  lain,  adanya  tumpah  tindih  (overlapping)  atau  dualisme
              kewenangan dan ego sektoral dengan Kementerian/Lembaga lainnya.



              SELENGGARAKAN FGD SECARA VIRTUAL, BP2MI BAHAS PENATAAN KELEMBAGAAN
              UNTUK PENGUATAN PELINDUNGAN PMI

              Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyelenggarakan kegiatan Focus Group
              Discussion (FGD) tentang Penataan Kelembagaan untuk Penguatan Pelindungan Pekerja Migran
              Indonesia (PMI) secara virtual, Senin (19/07).


              Tujuannya  untuk  mengakomodasi  dan  mencari  solusi  atas  sejumlah  permasalahan  kompleks
              kelembagaan  yang  dialami  BP2MI  dalam  upaya  memberikan  pelindungan  kepada  para  PMI.
              Permasalahan  tersebut  antara  lain,  adanya  tumpah  tindih  (overlapping)  atau  dualisme
              kewenangan dan ego sektoral dengan Kementerian/Lembaga lainnya.

              "Saat ini, BP2MI sedang mengupayakan untuk mendorong revisi Peraturan Presiden (Perpres)
              No.  90/2020  tentang  Badan  Pelindungan  Pekerja  Migran  Indonesia,  untuk  memberikan
              penegasan tugas dan tanggung jawab Badan selaku operator dan Kementerian selaku regulator,"
              jelas Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, di Jakarta, Senin (19/7/2021).

              Benny  menjelaskan,  secara  implikatif  permasalahan  dualisme  kewenangan  dan  ego  sektoral
              tersebut melahirkan berbagai permasalahan seperti inefektivitas kinerja Kementerian/Lembaga
              yang bersangkutan, inefisiensi anggaran, pelindungan PMI yang tidak optimal, dan terjadinya
              gesekan di lapangan sampai ke tingkat daerah.

              “Tumpang tindih kelembagaan dapat dilihat pada peraturan hukum yang saling tumpang tindih.
              Misalnya, Peraturan Pemerintah (PP) No. 59/2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan PMI, yang
              hampir sama dengan ketentuan UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
              Semestinya, PP tersebut menjabarkan tugas pelindungan PMI secara lebih rinci dan memberikan
              penjelasan terkait perbedaan tugas antara Kementerian dan Badan," tutur Benny.

              Dualisme kewenangan, lanjut Benny, juga terjadi antara UPT BP2MI dan Layanan Terpadu Satu
              Atap (LTSA) yang seolah menghapus kewenangan BP2MI dalam memberikan pelindungan secara
              menyeluruh kepada PMI.

              "Saat ini BP2MI sedang melakukan revitalisasi UPT sebagai unit layanan tingkat daerah, namun
              dibenturkan dengan LTSA yang merupakan wadah layanan penempatan. Seharusnya hal ini tidak
              menghilangkan fungsi UPT BP2MI dalam hal perlindungan, termasuk layanan kepulangan PMI,"
              ungkap Benny.

              Melihat  berbagai  fakta  di  lapangan,  Kepala  BP2MI  merekomendasikan  agar  Satuan  Tugas
              (Satgas) Pemberantasan Sindikat Penempatan Ilegal PMI membantu dalam membuat assesment
              untuk memetakan peran, fungsi, dan tumpang tindih kewenangan kelembagaan, baik antara
              Kementerian,  Badan,  maupun  Pemerintah  Daerah.  Jika  diperlukan,  assesment  juga  dapat
              melibatkan lembaga independen.
              Selain  itu,  juga  merekomendasikan  bahwa  untuk  memecah  masalah  kelembagaan  tersebut,
              revisi terhadap Perpres No. 90/2020 tentang Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, perlu
              dilakukan dengan pilihan-pilihan politik, seperti membubarkan salah satu lembaga yaitu dalam
              hal  ini  BP2MI,  atau  perubahan  peran  Kementerian  Ketenagakerjaan  (Kemnaker)  yang  hanya
              berfokus pada pembuat kebijakan dan pelindungan pekerja dalam negeri.


                                                           183
   179   180   181   182   183   184   185   186   187   188   189