Page 74 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JULI 2021
P. 74
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (FSP TSK-KSPSI) Helmy Salim menambahkan sudah banyak bukti dari laporan
buruh di lapangan yang mengaku bila harus isolasi mandiri di rumah mereka tak mendapatkan
upah.
Buruh akan mengambil risiko untuk tetap bekerja selama gejala COVID-19 belum parah dan
memilih untuk tidak mendeteksinya. Apabila dinyatakan positif COVID-19, tidak akan melapor
kantor.
"Mereka memilih masuklah, mengambil risiko masuk meski sakit. Mereka pikir gejala nggak
seberapa kecuali sudah parah banget baru mereka nggak akan masuk. Sudah banyak contoh di
perusahaan. Kalau isoman, sama seperti dirumahkan, tanpa upah," ungkap Helmy.
"Mereka mungkin bisa bekerja kalau cuma gejala saja belum dicek. Tapi, yang terpapar itu, kalau
ada yang tes massal disuruh pulang dan isoman. Tapi tanpa ada fasilitas di perusahaan, ini
muncul problem," ungkap Dion.
Salah satu buruh bernama Dian juga mengatakan banyak pabrik di daerah sentra tekstil masih
mempekerjakan pekerjanya 100 persen. Sebagai informasi, dalam aturan PPKM darurat, sektor
industri orientasi ekspor dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal dengan 50 persen staf di
fasilitas produksi/pabrik, serta 10 persen untuk pelayanan administrasi perkantoran.
"Pada sektor manufaktur TGSL, PPKM nyaris tidak berlaku bagi ratusan ribu atau bahkan jutaan
pekerjanya. Di banyak sentra industri sektor ini misal, Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi,
dan Solo, puluhan pabrik masih beroperasi 100 persen," ungkap Dian.
Dian mengatakan para pekerja terpaksa tetap bekerja. Jika tidak, mereka akan kehilangan
pekerjaan. Para pekerja bahkan harus melakukan lembur. Buruknya lagi, protokol kesehatan
sama sekali tidak dilakukan di pabrik.
Untuk hand sanitizer dan fasilitas cuci tangan saja sama sekali tidak disediakan perusahaan.
Belum lagi beberapa fasilitas seperti tes COVID-19 berkala ataupun vitamin untuk menjaga
imunitas para buruh.
73

