Page 24 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 SEPTEMBER 2020
P. 24
Said mengkhawatirkan kondisi APBN jika dana diambil dari sana. Misalnya, terjadi PHK seperti
kondisi Covid-19 saat ini atau resesi ekonomi yang berisiko terjadi PHK masai. "Apakah dana
APBN cukup untuk membayar pesangon buruh sembilan bulan gaji jika dibayar pemerintah? Bisa
jebol," paparnya.
Terkait rumusan dalam RUU Ciptaker, Said menegaskan bahwa serikat buruh menolak sejumlah
poin. Di antaranya mengenai hilangnya upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah
minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), adanya upah padat karya, kenaikan upah m inimum
hanya mengac u pertumbuhan ekonomi tanpa menambah inflasi, dan PHK yang dipermudah.
Lalu hak upah atas cuti hilang, karyawan terancam kontrak seumur hidup, karyawan
outsourcingse-umur hidup, nilai pesangon dikurangi atau bahkan komponennya ada yang
dihilangkan, jam Kerja eksploitatif, hingga soal TKA buruh kasar yang mudah masuk ke
Indonesia.
Said menegaskan, UMSK harus tetap ada. Akan tidak adil jika mereka yang beKerja di sektor
otomotif atau pertambangan nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan
kerupuk. Selain itu, jika UMSK hilang, berarti upah buruh di sektor industri akan terancam turun
30 persen. Padahal, jumlah buruh penerima UMSK saat ini mencapai puluhan juta orang. "Itulah
makanya diseluruh dunia ada UMSK yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap industri
terhadap PDB negara," jelasnya
Kemudian, berlakunya sistem kontrak dan outsourcingseumm hidup bisa mengancam hilangnya
jaminan kesehatan dan pensiun. Selain itu, tidak bisa dipastikan siapa yang akan membayar JKP
bagi mereka. "Tidak mungkin buruh membayar kompensasi untuknya sendiri. Itu pun belum
jelas," ujarnya.
Said mengatakan, bila DPR menyetujui klausul karyawan kontrak dan pekerja outsourcing
seumur hidup, berarti no job security bagi buruh Indonesia. Negara tak hadir untuk melindungi
buruh.
Sebagai informasi, saat ini saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70-80 persen
dari total buruh yang beKerja di sektor formal. "Terus, dengan disahkannya omnibus law, apakah
mau dibikin 5 sampai 15 persen saja karyawan tetapnya? No job security untuk buruh. Apa ini
tujuan investasi?" cetusnya.
Merespons kondisi itu, kata Said, puluhan pimpinan konfederasi dan federasi serikat pekerja
menyepakati untuk melakukan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap omnibus law
RUU Ciptaker. Kesepakatan tersebut diambil setelahmendengarican pandangan dari masing-
masing serikat pekerja dalam rapat bersama di Jakarta Minggu (27/9).
Said menyebutkan, mogok nasional akan dilakukan secara konstitusional dengan tertib dan
damai. Rencananya, aksi itu digelar selama tiga hari berturut-turut, mulai 6 Oktober 2020 dan
diakhiri saat sidang paripurna yang membahas RUU Ciptaker 8 Oktober 2020.
Saat mogok nasional, seluruh buruh akan menghentikan proses produksi dan turun ke jalan.
Lokasinya ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan. Rencananya, mogok
nasional diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten/
kota. (deb/mia/c9/fal)
"Dari sisi jumlah, apa yang didapat buruh tidak jauh berbeda. Maksimal kan 32, tapi dari sisi
perusahaan memang turun."
OBON TABRONI
Anggota Panja RUU Cipta Kerja
23