Page 51 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 SEPTEMBER 2020
P. 51

Keputusan itu dikhawatirkan mengancam hak dan perlindungan pekerja. Isu yang diserahkan
              pada  keputusan  pemerintah  antara  lain  aturan  mengenai  pesangon  dan  jaminan  kehilangan
              pekerjaan  (JKP),  pekerja  kontrak  dengan  waktu  tertentu  (PKWT),  dan  pekerja  alih  daya
              (outsourcing).

              Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Nur Sholikin, Senin, mengatakan, tidak ada
              jaminan  penyusunan  rancangan  peraturan  pemerintah  (PP)  akan  melindungi  hak-hak  buruh.
              Apalagi proses penyusunan rancangan PP umumnya dilakukan secara tertutup dan sepihak oleh
              pemerintah tanpa melibatkan DPR dan publik.

              "Hal  ini  membawa  beban  ketidakpastian  baru  lagi  bagi  pekerja.  Padahal,  sekarang  ini  satu-
              satunya check and balance ada di DPR," ujarnya dalam diskusi daring RUU Cipta Kerja yang
              diadakan di Jakarta.

              Pemerintah dan DPR memutuskan tidak menghapus syarat PKWT di Undang-Undang Nomor 13
              Tahun 2003 tentang KetenagaKerjaan. Pekerja bisa dikontrak untuk waktu maksimal tiga tahun.
              Meski  demikian,  pengaturan  detail  mengenai  jangka  waktu  maksimal  PKWT  dan  jenis-jenis
              pekerjaan  yang  tercakup  di  dalamnya  akan  diatur  dalam  PP  dengan  mempertimbangkan
              perkembangan zaman.

              Demikian  pula  pasal  mengenai  definisi  dan  syarat  pekerja  alih  daya  disepakati  untuk  dire-
              formulasi sesuai putusan Mahkamah Konstitusi dan dirumuskan lebih lanjut dalam PP. "Pa-sal-
              pasal itu tidak dihilangkan, tetapi akan banyak diatur pemerintah dalam PP. Maka, bisa saja nanti
              masa  kontrak  (PKW'O  menjadi  empat  tahun,  bisa  tiga  tahun,  atau  berapa  lama  tergantung
              pemerintah,"  kata  anggota  Panitia  Kerja  RUU  Cipta  Kerja  dari  Fraksi  Partai  Gerindra,  Obon
              Tabrani.

              Ketua Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBD Nining Elitos mengatakan,
              detail  aturan  yang  diserahkan  kembali  kepada  pemerintah  lewat  PP  membuat  buruh  sulit
              mengawal perkembangan pembahasan. Sebab, pembahasan PP selama ini umumnya sepihak
              dan tertutup.
              Beban pemerintah


              Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Nasdem, Willy Aditya, sejumlah jaminan
              perlindungan bagi buruh memang dikeluarkan dari UU. Namun, DPR menjamin akan mengawasi
              penyusunan PP. "Komitmen pemerintah kami pegang. Harus ada jaminan itu dari pemerintah,"
              ujarnya. Hal lain yang pengaturan detailnya dirumuskan lewat PP adalah pesangon dan JKP.
              Pengaturan  hak  pesangon  pekerja  saat  pemutusan  hubungan  Kerja  (PHK)  disepakati  tetap
              mengacu pada UU No 13/2003, yakni maksimal 32 kali gaji.

              Agar  tidak  menyulitkan  pengusaha  dan  melindungi  pekerja,  pemerintah  akan  menanggung
              pembayaran 9 kali gaji melalui skema asuransi JKP. Sementara pengusaha membayar 23 kali
              gaji. Dalam rapat Panja RUU Cipta Kerja, muncul keraguan dari anggota DPR bahwa pemerintah
              punya ruang fiskal yang cukup longgar untuk ikut menanggung kewajiban pengusaha.
              Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menyebutkan, negara akan
              menanggung  premi  iuran,  tetapi  dengan  mempertimbangkan  ruang  fiskal  APBN  dan
              mengoptimalkan dana yang sudah dikelola BP Jamsostek. Pemerintah juga perlu berkoordinasi
              dengan Menteri Keuangan untuk mengecek kemampuan fiskal negara.
              Ketua  Badan  Legislasi  DPR  Supratman  Andi  Agtas  mengatakan,  keputusan  ini  menjadi  jalan
              tengah yang tidak memberatkan pengusaha ataupun pekerja. (AGE/REK)





                                                           50
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56