Page 30 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 02 OKTOBER 2020
P. 30
Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang mogok keija, yang
diartikan sebagai "tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersa-ma-sama
dan/atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan" (pasal 1 butir
23). Selanjutnya dalam pasal 137 disebutkan bahwa mogok keija sebagai hak dasar pekerja yang
dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan.
Sebagai salah satu pelaksanaan dari UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakeijaan, telah
diterbitkan Kepmenakertrans No 232 Tahun 2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak
Sah. Pasal 3 keputusan tersebut menegaskan bahwa mogok kerja yang dilakukan bukan akibat
gagalnya perundingan, maka mogok kerja tersebut tidak sah.
Dalam pasal 4 disebutkan bahwa "Gagalnya perundingan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
huruf aadalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat
pekerja telah meminta secara tertulis kepada pengusaha dua kali dalam tenggang waktu 14 hari
kerja, atau perundingan-perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu yang dinyatakan
oleh para pihak dalam risalah perundingan".
Hariyadi menambahkan, berkaitan dengan upaya penanggulangan dan penanganan pandemi
Covid-19 yang sejalan dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan,
Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah menerbitkan Pergub No 88 Tahun 2020. Pergub tersebut
mengatur dalam pasal 14 ayat (1) huruf a dan b bahwa demi kesehatan bersama, masyarakat
umum maupun karyawan tidak boleh melakukan kegiatan berkumpul di suatu tempat.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang
berlaku tentang penanggulangan dan penanganan Covid-19.
DPR Minta Dibatalkan
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad juga mengimbau kepada
kaum buruh untuk membatalkan mogok nasional. Sebab, saat ini kondisi ekonomi sedang sangat
sulit, baik bagi pengusaha maupun karyawan.
"Karena itu, kita berharap buruh bisa tetap bekerja dengan protokol kesehatan. Jika ada rencana
demonstrasi agar menghindari aksi kekerasan dan pengumpulan massa yang berpotensi menjadi
klaster baru Covid-19," kata Kamrusamad kepada In vestor Daily di J akar ta, Kamis (1/10).
Dia juga mendesak pemerintah khususnya menteri perekonomian untuk membuka ruang dialog
dengan buruh, agar ada solusi jalan tengah tuntutan buruh dapat didengarkan. Hal ini juga demi
menjaga agar tidak teijadi turbulensi ekonomi akibat mogok nasional.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno berharap,
respons terhadap rencana pengesahan RUU Cipta Kerja dilakukan serikat buruh dengan rasional,
dengan semangat mengutamakan kepentingan yang lebih besar. "Selama pembahasan klaster
naker (tenaga kerja) dalam RUU, Panja berpegang kepada kesepakatan-kesepakatan yang
pernah dibuat dengan sejumlah serikat buruh. Ini termasuk tidak mengutak-atik norma yang
sudah dikukuhkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)," ucapnya.
Dia berpendapat aksi mogok nasional cenderung merupakan reaksi yang merugikan kepentingan
yang lebih besar. Selain menurunkan produktivitas kerja, berpotensi menjadi ajang penyebaran
virus Covid-19.
"Mogok menempatkan posisi buruh dan wajah dunia usaha Indonesia dalam posisi yang seram
dan suram. Seolah buruh sedang mempertontonkan sikap tiji tibeh (mati siji mati kabeh, mati
satu mati semua). Padahal, lobi-lobi politik yang sudah dilakukan bisa datang dengan solusi yang
lebih masuk akal," katanya kepada Investor Daily di Jakarta, Kamis (1/10).
29