Page 80 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 02 OKTOBER 2020
P. 80

KEJAR TAYANG RUU CIPTA KERJA, PUKULAN KERAS BAGI BURUH DAN SAMBUTAN
              MOGOK KERJA
              TEMPO.CO,  Jakarta    -  Pemerintah  kejar  tayang  menyelesaikan    Omnibus  Law    Rancangan
              Undang-undang atau  RUU Cipta Kerja  . RUU ini digadang-gadang dapat menarik minat investor
              asing menanamkan modal di Tanah Air. Investasi asing, menjadi andalan pemerintah mengatrol
              pertumbuhan ekonomi di masa pandemi, setelah konsumsi atau daya beli masyarakat melemah.

              Badan  Legislasi  DPR  dikabarkan  selesai  membahas  draf  RUU  Cipta  Kerja,  termasuk  klaster
              ketenagakerjaan. Klaster ketenagakerjaan dalam aturan ini lah mendapat kritik keras para buruh
              karena dituding merugikan para pekerja. Anggota Panja RUU Cipta Kerja dari Gerindra, Obon
              Tabroni mengatakan adanya peluang RUU disahkan pada rapat paripurna awal bulan ini.

              "Tanggal  8  kemungkinan  akan  dilakukan  rapat  paripurna,"  kata  Obon  dalam  diskusi  virtual,
              Senin,  28  September  2020.  Padahal  empat  hari  sebelumnya,  kluster  ketenagakerjaan  belum
              dibahas  pemerintah  dan DPR.  Staf  Ahli  Bidang Regulasi, Penegakan Hukum,  dan  Ketahanan
              Ekonomi  Menteri  Koordinator  Bidang  Perekonomian,  Elen  Setiadi  mengatakan  pemerintah
              menampung usulan dari semua pihak yang berkepentingan.

              "Masih kami dalami lagi. Namun kami juga pernah melakukan diskusi di nasional yang diikuti
              oleh beberapa ketua umum serikat pekerja dan serikat  buruh  , ada Apindo (Asosiasi Pengusaha
              Indonesia) dan Kadin (Kamar Dagang dan Industri) juga di situ," kata Elen, Kamis, 24 September
              2020 lalu. Sembari menyusun RUU, pemerintah telah menyiapkan peraturan pelaksanaannya.

              Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ingin RUU Cipta Kerja segera dapat
              disahkan.  Dia  berharap  regulasi  anyar  tersebut  selesai  dalam  masa  sidang  tahun  ini.  DPR
              mengklaim pembahasan RUU ini telah dilakukan secara transparan dan melibatkan masyarakat,
              buruh  hingga  investor.  Ketua  DPR  Puan  Maharani  berjanji  Omnibus  Law  tidak  hanya
              menguntungkan pengusaha. "Jangan ada satu pihak dirugikan, namun ada pihak yang lebih
              diuntungkan," kata Puan.

              Mulusnya proses legislasi Omnibus Law sejalan dengan kerasnya penolakan dari kaum buruh.
              Puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja sepakat mogok nasional sebagai
              sikap penolakan RUU Cipta Kerja. Lima juta buruh di ribuan perusahaan disiapkan mengikuti aksi
              ini. Mogok nasional akan digelar selama tiga hari, mulai 6 Oktober 2020 dan berakhir pada saat
              sidang paripurna yang membahas RUU Cipta Kerja tanggal 8 Oktober 2020.
              Buruh mencap RUU Cipta Kerja hanya menguntungkan pengusaha. Pasalnya pengusaha bebas
              mempekerjakan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan, tanpa batasan waktu.
              Selain itu Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dihilangkan dan nilai pesangon dikurangi.

              Serikat pekerja telah bernego dengan pemerintah terkait perlindungan minimal kaum buruh yang
              sudah  diatur  di  UU  Ketenagakerjaan  agar  tidak  dikurangi.  "Tetapi  faktanya  omnibus  law
              mengurangi  hak-hak  buruh  yang  ada  di  dalam  undang-undang  eksisting,"  kata  Said  Iqbal
              Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
              Penghapusan UMK dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja dituding akan menurunkan pendapatan
              kaum buruh. Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksi
              tingkat kesejahteraan 12,4 juta pekerja di Jawa akan turun. Pasalnya pada 2019, upah dari 12,4
              juta buruh ini telah berada diatas UMK.
              Tak hanya itu, peneliti IDEAS Askar Muhammad Askar menyebut penghapusan UMK ini menekan
              tingkat upah 39,4 juta pekerja Jawa secara keseluruhan. "Khususnya pekerja tidak tetap dengan
              sistem pengupahan mingguan, harian, borongan dan per satuan hasil," kata Askar.



                                                           79
   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85