Page 453 - e- KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 AGUSTUS 2020
P. 453
Sringatin mengklaim bukannya menghentikan paranoia itu, otoritas malah membiarkannya serta
membuat kebijakan yang membuat pekerja migran semakin menjadi sorotan.
Fakta itu, kata dia, menunjukkan ketidakpedulian otoritas Hong Kong dan negara asal pekerja
migran untuk memberikan pelindungan dan asistensi kepada para pekerja baik yang kehilangan
pekerjaan atau yang menunggu kontrak kerja baru.
Otoritas malah menyerahkan tanggung jawab akan akomodasi di tangan agensi perekrutan yang
lebih mementingkan keuntungan dibandingkan layanan yang layak untuk pekerja migran.
Sringatin mengatakan di awal pandemi para pekerja migran sudah meminta kepada otoritas
membantu menyediakan fasilitas karantina dan asistensi agar mereka bisa melindungi diri sendiri
dan keluarga yang mereka layani.
Tapi, kata dia, Departemen Tenaga Kerja Hong Kong malah mendorong para pemberi kerja
untuk tidak mengizinkan para pekerja migran untuk mendapatkan libur, meski para PRT harus
tetap keluar di hari kerja untuk pergi ke pasar atau menemani lansia ke rumah sakit dan tempat
publik lainnya yang memiliki risiko infeksi COVID-19.
Selain itu, dalam survei yang dilakukan oleh AMCB mereka menemukan empat dari sepuluh PRT
migran hanya diberikan satu masker per hari, yang dapat meningkatkan risiko karena minimnya
APD yang diberikan.
"Kami memohon kepada warga Hong Kong untuk tidak terpengaruh paranoia dan menyalahkan
pekerja migran, tapi ini adalah kesempatan untuk merefleksi masalah dalam level kebijakan dan
sistem yang menimbulkan kerentanan kami," katanya.
Karena itu, AMCB mendorong otoritas mengadopsi kebijakan dan rencana komprehensif tanpa
diskriminasi dan mengecualikan pekerja migran yang bekerja sebagai PRT, demikian Sringatin.
.
451