Page 143 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 DESEMBER 2020
P. 143

Piter menggarisbawahi, untuk bisa tumbuh rata-rata 6 persen atau 6,8 persen setiap tahun,
              Indonesia membutuhkan investasi yang sangat besar. Sementara, angka investasi yang masuk
              tidak cukup untuk mendongkrak mencapai tingkatan yang diharapkan, yakni rata-rata 6 sampai
              7 persen per tahun.

              Makanya, untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, Indonesia harus tumbuh
              rata-rata 6,8 persen selama 10 tahun ke depan.

              "Bayangkan, untuk 6 persen saja, dalam 10 tahun terakhir tidak pernah nyampai. Padahal ini
              rata-rata harus 6,8 persen. Ini artinya, ada waktunya kita tumbuh 5 persen, tapi ada waktunya
              kita harus tumbuh 6,8 persen. Jadi angka ini bukan main berat," kata Piter.
              Solusinya, untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi melejit seperti China yang bisa menembus
              angka rata-rata 10 persen setiap tahun, pemerintah harus membuat terobosan yang luar biasa,
              salah satunya menciptakan UU sapu jagat. Hanya dengan begitu, pemerintah bisa menyiapkan
              lapangan kerja sebanyak-banyaknya untuk masyarakat Indonesia.
              Ekonom dari Universitas Indonesia ini juga menyoroti, kenapa investasi di Indonesia tumbuh
              lambat? Menurutnya, karena banyak sekali masalah yang harus dibenahi, seperti perizinan usaha
              atau investasi, pembebasan lahan, ketenagakerjaan, isu lingkungan, koordinasi pusat-daerah,
              inkonsistensi pejabat pemerintah, dan banyak hal lainnya.

              "Ini  nampak  sekali  permasalahannya  kenapa  investasi  kita  tumbuhnya  begitu-begitu  saja.
              Investasi di Indonesia sangat menarik, tapi hambatannya sangat banyak. Persoalan yang begitu
              banyaknya itu, dimasukan semua dalam UU Omnibus Law. Begitu banyaknya pasal-pasal dan
              UU yang harus secara bersamaan diperbaiki. Kalau diperbaiki satu per satu, itu butuh berapa
              presiden," jelasnya.

              Rentetan  persoalan  itulah,  yang  menjadikan  alasan  utama  pemerintahan  Jokowi  begitu
              bersemangat  untuk  melanjutkan  pembahasan  Omnibus  Law  UU  Cipta  Kerja.  pembahasan
              ini,jelas dia, tidak bisa dilakukan secara parsial karena kebutuhannya begitu mendesak dan harus
              dilaksanakan secara serentak.

              "Dan itu yang tertuang di dalam UU Cipta Kerja, semuanya sudah dirangkum dalam satu UU,
              dan itu merupakan satu trobosan yang luar biasa. Justru yang akan panen manfaat dari UU ini
              ya masyarakat. Yang akan memanen manfaat secara politik adalah pemerintahan mendatang
              karena sudah mendapatkan warisan sebuah UU yang begitu baik," jelasnya.

              Piter juga menyinggung, apakah UU Cipta Kerja merugikan pekerja? Menurutnya, bicara UU Cipta
              Kerja tidak bisa terlepas dari perspektif pekerja dan calon pekerja. Artinya, UU Cipta Kerja jelas
              ada perspektif yang ditujukan untuk melindungi pekerja dan calon pekerja, baik dalam jangka
              pendek mapun jangka penjang.

              Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
              Berdasarkan data, Indonesia mengalami peningkatan angkatan kerja sebanyak 3 juta per tahun.
              Dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, di mana dari setiap 1 persen ekonomi hanya
              bisa menyerap pertumbuhan 250.000 angkatan kerja baru. Artinya, kalau pertumbuhan ekonomi
              hanya 5 persen, maka hanya bisa menyerap sekitar 1.250.000 angkatan kerja baru. Berarti, ada
              sekitar 1.750.000 masyarakat Indonesia yang baru lulus kuliah dan lulus SMK yang termasuk
              angkatan tenaga kerja baru yang tidak akan terserap.

              "UU Cipta kerja ini adalah perspektif calon pekerja, itu utamanya. Karena dia akan menciptakan
              investasi dan menciptakan lapangan kerja. Yang akan mengakomodasi kebutuhan calon pekerja,
              bukan  pekerja.  Setiap  tahun  berapa  calon  pekerja  yang  muncul,  mereka  harus  disiapkan
              pekerjaan-pekerjaan baru," jelasnya.
                                                           142
   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148