Page 50 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 JULI 2021
P. 50
"Diperkirakan penduduk usia produktif kita ada 205 juta orang. Setiap tahun kita juga harus
menghadapi sekurang-kurangnya dua juta penduduk usia produktif yang akan masuk pasar
kerja. Kondisi ini tidak gampang," ungkap Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah di Jakarta, pekan
lalu.
Bonus demografi menjadi keuntungan di satu sisi, tetapi juga menjadi tantangan di sisi yang
lain. Pandemi memangkas jumlah pekerja di negeri ini, termasuk pekerja migran Indonesia di
manca negara.
Menurut Ida, sebenarnya pada bulan awal tahun 2021 Kementerian Tenaga Kerja sudah senang,
sebab pengangguran bisa ditekan. Pekerja migran mulai kembali diterima. Survei Badan Pusat
Statistik (BPS) pada Februari 2021 menunjukkan, seluruh program mitigasi pemerintah dalam
bidang ketenagakerjaan menunjukan hasilnya yang lebih baik dibandingkan survei Agustus 2020.
Menurut data BPS Mei 2021, tingkat pengangguran terbuka di negeri ini pada Agustus 2020
sebesar 7,07 persen, turun menjadi 6,26 persen pada Februari 2021. Angkatan kerja pada
Februari 2021 sebanyak 139,81 juta orang, naik 1,59 juta orang dibandingkan Agustus 2020.
Penduduk yang bekerja sebanyak 131,06 juta orang, meningkat 2,61 juta orang dibandingkan
Agustus 2020. Lapangan pekerjaan baru pun terbuka kembali.
BPS juga mencatat terdapat 19,10 juta orang, sekitar 9,30 persen penduduk usia kerja yang
terdampak pandemi Covid-19 pada Mei 2021. Berbagai langkah pembenahan bidang
ketenagakerjaan terhenti kembali, saat pandemi Covid mengganas kembali pada akhir Juni 2021.
Pemerintah pun menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)
darurat, sehingga sejumlah dunia usaha nonesensial dan nonkritikal terpaksa menghentikan
kegiatannya. Pekerja pun menganggur kembali. Pekerja yang terdampak pandemi covid secara
langsung sekitar 2,9 juta orang.
Namun, karena ada pandemi, dampak digitalisasi dan otomatisasi, serta bonus demografi
pengangguran bertambah, dan mendorong Kemenaker pun mencari peluang bagi tenaga kerja
Indonesia ke manca negara.
Berkompetisi dengan pekerja dari negara lain. Tentu tak mudah, sebab dari negara lain juga
pasti mempersiapkan tenaga kerjanya untuk memasuki pasar global dan era industri 4.0.
Indonesia juga perlu menyiapkan tenaga kerjanya untuk kebutuhan dalam negeri yang kian
beragam jenis pekerjaannya.
Kualitas manusia Indonesia, menurut Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP)
pada 2018, memang tinggi, dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia 0,707. Namun,
Indonesia berada di peringkat ke-111 dari 189 negara yang diukur.
Namun, Bank Dunia mengingatkan Indonesia untuk meningkatkan kualitas modal manusia di
tengah prospek perekonomian yang lesu. Indeks daya saing global (GCI) 4.0 Indonesia tahun
2019 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada Oktober 2019 menempatkan Indonesia pada
peringkat ke-50 dari 141 negara. Tahun 2018, Indonesia di peringkat ke-45. Singapura di
peringkat pertama. Nilai Indonesia pada 2019 adalah 64,6, tu- run dari 2018 sebesar 64,9.
Tiga tantangan
Menaker mengakui, ada tiga tantangan besar yang dihadapi dalam dunia ketenagakerjaan di
Indonesia. Pertama, profil tenaga kerja di negeri ini, sekitar 56 persen, masih didominasi yang
tingkat pendidikannya SMP ke bawah. Dalam tantangan memasuki industri 4.0, dan lapangan
kerja global, bonus demografi dengan kondisi pendidikan pekerja yang masih rendah, tentu saja
menjadi masalah. "Kita bisa bayangkan kompetensi mereka. Ini pasti akan berpengaruh pada
produktivitas kita," jelasnya.
49