Page 51 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 JULI 2021
P. 51

Di sisi lain, yang menganggur justru didominasi mereka yang pendidikannya lebih baik, seperti
              lulusan  SMK  dan  perguruan  tinggi.  Mereka  yang  bekerja  itu  berpendidikan  rendah  dengan
              keterampilan terbatas. Hal ini berarti pendidikan vokasi tidak bisa menyiapkan pasar kerja. Tak
              bisa  memenuhi  permintaan  dunia  usaha,  sehingga  ada  ketidak-cocokkan  (mismatch).  Tidak
              terjadi link and match.

              Ketiga, kondisi itu diperparah dengan adanya pandemi.

              "Kita sedang mengupayakan bagaimana tenaga kerja kita bisa bersaing, memanfaatkan bonus
              demografi, dan menyiapkan tenaga kerja menghadapi era industri 4.0, tiba-tiba ada pandemi.
              Padahal,  sebenarnya  lima  tahun  terakhir  angka  pengangguran  kita  itu  sudah  sangat  turun,"
              imbuh Ida lagi. Pengangguran di negeri ini sekitar lima juta orang, tetapi saat pandemi melonjak
              menjadi sembilan juta orang.

              Kemenaker mau tak mau harus membuat kebijakan yang adaptif, inovatif, dan berusaha bisa
              memenuhi  pasar  kerja.  Presiden  Joko  Widodo  menegaskan,  pengembangan  sumberdaya
              manusia (SDM) menjadi prioritas. Dalam pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2019, Presiden
              menekankan  pentingnya  pembangunan  SDM  unggul  yang  berdaya  saing  global.  Dengan
              mengembangkan kualitas SDM memakai cara-cara baru, bonus demografi yang akan dinikmati
              negeri ini diyakini menjadi bonus lompatan kemajuan Indonesia.

              Dengan mengembangkan kualitas SDM memakai cara-cara baru, bonus demografi yang akan
              dinikmati negeri ini diyakini menjadi bonus lompatan kemajuan Indonesia.

              Salah  satu  terobosannya,  lanjut  Ida,  adalah  dengan  melahirkan  Undang-Undang  (UU)  Cipta
              Kerja.  Reformasi  struktural  yang  dilakukan  pemerintah  untuk  menjawab  persoalan
              ketenagakerjaan.  UU  Cipta  Kerja  sebagian  merevisi  UU  Nomor  13  Tahun  2003  tentang
              Ketenagakerjaan,  yang  tidak  bisa  lagi  mengikuti  perkembangan  dinamika  ketenagakerjaan.
              Kluster ketenagakerjaan ini yang paling memperoleh atensi publik, meskipun pembahasannya
              sudah melibatkan banyak kalangan, terutama pekerja dan pengusaha, serta dibuka dialog publik.

              Kemenaker  menerjemahkan  UU  Cipta  Kerja  dengan  membuat  sembilan  lompatan,  yang
              berintikan inovasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, produktivitas
              SDM,  dan  kesejahteraan  masyarakat  yang terkait  ketenagakerjaan.  Kebijakan  itu  antara  lain
              terkait reformasi birokrasi, pembangun ekosistem digital siap kerja, dan transformasi balai latihan
              kerja (BLK) sebagai upaya membangun link and match ketenagakerjaan.
              Pengembangan BLK selain untuk menjawab tantangan dan peluang pasar kerja internasional,
              juga untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia dengan tingkat pendidikan SMP ke
              bawah. "Kami ingin perluasan kesempatan kerja itu tidak hanya fokus ke pekerja informal," ujar
              Menaker lagi.

              Saat  serah  terima  jabatan  Menaker,  pada  23  Oktober  2019,  Ida  menyatakan,  dia  akan
              melanjutkan program kerja yang sudah dirintis menteri sebelumnya, M Hanif Dhakiri. Dia juga
              akan mengelola organisasi kementerian dengan lebih baik.
              Dapat dipertimbangkan revitalisasi BLK dan penguatan sistem technical and further education.
              BLK  dapat  menyegarkan  keterampilan  pekerja  yang  sudah  tak  relevan  dengan  kebutuhan
              industri.

              Paradigma BLK

              Salah satu program Hanif yang populer adalah ”3R BLK” yang berarti reorientasi, revitalisasi, dan
              rebranding BLK. Lewat program itu, dia menginginkan perubahan paradigma pengelolaan BLK
              agar lebih relevan dengan kebutuhan industri. (Kompas, 25/10/2019)


                                                           50
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56