Page 171 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 DESEMBER 2021
P. 171
dalam turunan Undang-Undang Cipta Kerja. “Kita coba cari win-win solution untuk
menguntungkan seluruh pihak baik tenaga kerja maupun pelaku usaha,” kata Agus dalam diskusi
daring di Jakarta, Senin (20/12/2021)
GADUH UMP 2022, INDEF SARANKAN PEMERINTAH, PENGUSAHA DAN BURUH
DUDUK BARENG
Terkait kegaduhan upah minimum provinsi (UMP) 2022, seluruh pemangku kepentingan
termasuk buruh, perlu duduk bareng. Rumuskan penyelesaian yang berkeadilan.
Peneliti Institute of Economics Development and Finance (Indef), Agus Herta Sumarto bilang,
pemerintah perlu duduk bersama pelaku usaha dan buruh guna merumuskan aturan upah buruh
dalam turunan Undang-Undang Cipta Kerja. “Kita coba cari win-win solution untuk
menguntungkan seluruh pihak baik tenaga kerja maupun pelaku usaha,” kata Agus dalam diskusi
daring di Jakarta, Senin (20/12/2021).
Menurut dia, sistem upah buruh semestinya juga bergantung pada produktivitas tenaga kerja.
Berdasarkan PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari UU Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kenaikan upah tenaga kerja diukur berdasarkan salah satu
unsur di antara inflasi atau pertumbuhan ekonomi. “Selain itu ada bobot tambahan yang akan
mengurangi tingkat kenaikan upah tenaga kerja tiap tahun. Ini dapat diprotes keras oleh teman-
teman tenaga kerja, ” kata Agus.
Di sisi lain, pelaku usaha juga dapat dirugikan apabila kenaikan upah buruh terjadi setiap tahun
yang tidak sesuai dengan produktivitasnya. Berdasarkan data Organisasi Perdagangan Eksternal
Jepang (JETRO) tahun 2020, produktivitas tenaga kerja Indonesia berada di urutan kelima
dibandingkan negara-negara lain di Asia dengan rata-rata produksi sebesar 26 ribu dolar AS per
tahun. Produktivitas tenaga kerja Indonesia ini pun lebih rendah dibandingkan Singapura, China,
Jepang, dan Malaysia.
Sementara itu kenaikan upah buruh Indonesia yang ratar-rata 7,1 persen secara year on year
relatif lebih tinggi dibandingkan China dan Thailand yang kenaikan upah buruh rata-rata sebesar
5,4 dan 3,9 persen per tahun.
“Jadi sepertinya memang tujuan pemerintah membuat UU Cipta Kerja pemerintah ingin
mengubah kondisi pasar tenaga kerja yang diharapkan dengan perubahan itu dapat lebih atraktif
bagi pelaku usaha untuk menanamkan modalnya,” imbuhnya.
Namun demikian, ia mengatakan diperlukan sistem pengupahan yang adil sehingga tidak
mengurangi kesejahteraan tenaga kerja ataupun merugikan pelaku usaha dengan
mempertimbangkan produktivitas tenaga kerja. “Sehingga saya kira kalau mau diubah dengan
produktivitas itu, bukan dengan bobot yang menjadi pengurangnya. Juga bukan dengan
menjadikan pertumbuhan ekonomi atau inflasi untuk dipilih salah satu sebagai penambah,”
ucapnya.
Selain terkait upah tenaga kerja, ia menilai pemerintah juga masih perlu membenahi
permasalahan lain seperti korupsi dan birokrasi yang tidak efisien guna menarik lebih banyak
investasi masuk ke Indonesia. “Berdasarkan survey Ease of Doing Business (EoDB) yang paling
dibutuhkan adalah memberantas korupsi dan efisiensi birokrasi. Memang ada soal tenaga kerja
tapi bila dibanding korupsi dan efisiensi birokrasi sepertinya soal tenaga kerja masih kalah
genting untuk dibenahi,” katanya.
170