Page 255 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 255
Tujuh fraksi partai pendukung RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU Cipta Kerja antara
lain Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai
Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan
Pembangunan (PPP).
Faktanya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud
MD menyebut pesangon bagi pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK)
tetap ada di dalam Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Pernyataan tersebut diungkapkannya sekaligus membantah informasi yang beredar di
masyarakat mengenai tidak adanya pesangon PHK dalam UU Cipta Kerja .
"Ada beberapa hoaks. Misalnya pesangon tidak ada, itu tidak benar. Pesangon ada," ujar Mahfud
MD dalam konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (8/10/2020).
Selain itu, ia juga membantah bahwa UU Cipta Kerja mempermudah dilakukannya PHK.
Menurut Mahfud, perusahaan yang akan melakukan PHK justru harus membayar apabila kontak
kerja belum berakhir.
Ia sekaligus menyatakan, UU Cipta Kerja dilahirkan justru berangkat dari respons pemerintah
setelah menerima keluhan dari masyarakat dan kalangan buruh.
"UU Cipta Kerja itu dibuat untuk merespons keluhan masyarakat, buruh bahwa pemerintah
lamban dalam menangani proses perizinan berusaha, peraturannya tumpang tindih," kata dia.
Hasil kroscek Kompas.com menelusuri pernyataan Mahfud MD tersebut ke UU Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam UU Ketenagakerjaan, besaran nilai maksimal pesangon yang bisa didapatkan buruh
mencapai 32 kali upah.
Di dalam Pasal 156 UU Ketenagakerjaan dijelaskan, untuk masa kerja delapan tahun atau lebih,
maka besaran pesangon yang didapatkan sebesar sembilan bulan upah.
Selain itu, untuk pekerja dengan masa kerja 24 tahun akan lebih, akan mendapatkan uang
penghargaan masa kerja sebesar 10 bulan upah.
Ditambah lagi, terdapat klausul lain yang menjelaskan, bila pekerja mengalami PHK karena
efisiensi, dirinya berhak atas uang pesangon dengan nilai dua kali dari yang sudah ditentukan.
Sebagai ilustrasi, seseorang dengan upah sesuai dengan upah minimum provinsi (UMP) DKI
Jakarta sebesar Rp 4,2 juta mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah selama 8 tahun
lebih 4 bulan.
Pasalnya, perusahaan tempat ia bekerja mengalami efisiensi. Maka, bila mengacu pada UU
Ketenagakerjaan Pasal 164 Ayat (3), besaran pesangon yang didapatkan sebesar sembilan bulan
upah.
Lalu, karena pekerja yang bersangkutan mengalami PHK karena efisiensi, jumlah pesangon yang
diberi dikali dua, yakni sebesar 18 bulan upah. Pekerja juga akan mendapatkan uang
penghargaan masa kerja.
Untuk masa kerja enam tahun tetapi kurang dari sembilan tahun, maka besaran uang
penghargaan masa kerja sebesar tiga bulan upah.
254