Page 363 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 363
POLEMIK UU CIPTA KERJA SIAP BERGESER KE MK
Presiden mempersilahkan pihak yang keberatan UU Cipta Kerja mengajukan uji materi ke MK
Klaster aturan Ketenagakerjaan menjadi poin paling disorot dalam Undang-Undang (UU) tentang
Cipta Kerja yang disahkan DPR pada Senin (5/10) lalu.
Sejumlah poin baru yang merevisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam
UU Cipta Kerja tidak bisa diterima oleh buruh. Sebagai bentuk penolakan, mereka melakukan
mogok kerja nasional 6-8 Oktober.
Langkah tak berhenti sampai di situ, serikat buruh bakal melayangkan gugatan uji materi atawa
judicial review atas UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (M K).
"Kami akan membuat gugatan melalui jalur hukum untuk membatalkan UU Cipta Kerja,
melanjutkan gerakan aksi secara konstitusional, serta melakukan kampanye kepada masyarakat
nasional maupun internasional tentang alasan mengapa buruh menolak om-nibus law khususnya
klaster ketenagakerjaan," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal,
Jumat (9/10).
Poin UU Cipta Kerja tentang pesangon menjadi keberatan utama buruh. Mereka memprotes
pengurangan uang pesangon maksimal, dari sebelumnya 32 kali upah per bulan menjadi hanya
25 kali. Dengan perincian: 19 kali upah sebulan dibayar pengusaha dan 6 kali dibayar
pemerintah.
Menanggapi penolakan buruh, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada pihak yang
keberatan atas UU Cipta Kerja agar mengajukan Uji materi ke MK. "Jika masih ada ketidakpuasan
terhadap UU Cipta Kerja, silakan melakukan uji materi melalui MK," ujarnya dalam keterangan
di Istana Bogor kemarin.
Kendati begitu, Jokowi membuka masukan dari semua pihak dalam penyusunan aturan turunan
dari UU Cipta Kerja, baik Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Presiden (Perpres).
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J. Supit
menyebutkan, UU Cipta Kerja memberikan kepastian bagi pengusaha juga pekerja. "Baik investor
maupun pekerja memerlukan kepastian. Kalau pengusaha kepastian berusaha, sementara
pekerja ke-pastian atas adanya perlindungan. Kalau dibaca UU Cipta Kerja, dua-duanya
terjamin," sebut dia kepada KONTAN, Jumat (9/10).
Sesuai konvensi ILO
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi, semua
ketentuan dalam konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) bagi pekerja sudah terakomodir
dalam UU Cipta Kerja. Misalnya, jam kerja, waktu istirahat dan cuti, serta ketentuan terkait upah
minimum dan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). "Nanti akan diatur lebih lanjut di
PP yang sedang disiapkan," imbuhnya.
Willie Farianto, praktisi hukum ketenagakerjaan, mengatakan, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan sendiri memang memantik kontroversi dalam implementasinya. Sebab, tidak
membedakan kemampuan finansial antara perusahaan besar, perusahaan menengah, dan
perusahaan kecil. "Semua disamaratakan, kemudian diberikan satu kewajiban hukum yang
sama. Ini yang saya pahami sebagai persoalan ketidakmampuan," ucap dia.
Kemudian, persoalan lainnya adalah perusahaannya mampu tapi tidak mau menjalankan
ketentuan sesuai UU Ketenagakerjaan. Jadi, lewat UU Cipta Kerja, pemerintah seharusnya
melakukan penguatan pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia.
362