Page 360 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 360
Kabar bohong atau berita palsu yang dimaksud adalah informasi-informasi yang menggiring opini
menyesatkan, tidak sesuai fakta, cenderung meng-ada-ada, dan ujungnya memprovokasi.
Uniknya, provokasi bukan hanya ditujukan agar publik menolak UU Ciptaker melainkan
mendiskreditkan parlemen dan pemerintah.
Selain terhadap hoax, pernyataan Presiden juga efektif meluruskan diskursus atau pandangan
yang berseberangan dari para pakar, akademisi, maupun para pemerhati bidang
ketenagakerjaan, ekonomi, lingkungan, bahkan agamawan yang menentang UU Ciptaker.
Mengutip pernyataan Jokowi, UU Cipataker justru bakal menyejahterakan rakyat kecil,
memberikan peluang dan kemudahan UMKM, termasuk memangkas birokrasi, bahkan mencegah
korupsi. Pada kenyataannya niat positif pemerintah tersebut justru ditolak sebagian kalangan,
termasuk dua fraksi di DPR saat pengesahan.
Pertama, kelompok terbesar adalah mereka yang belum mengerti dan memahami secara benar
dan komprehensif isi UU Ciptaker. Sudah membaca seluruh naskah UU Ciptaker tidak berarti
mengerti. Harus disadari bahwa informasi maupun sosialisasi UU Ciptaker sangat minim selama
ini. Pada kelompok seperti ini pemerintah dan DPR perlu membuka komunikasi.
Pemerintah pusat harus memastikan bahwa para kepala daerah mengerti dan mendukung visi
misi UU Ciptaker. Dalam hal ini Presiden sudah berkomunikasi dengan para gubernur.
Idealnya, tingkat bupati dan wali kota pun memiliki persepsi yang sama. Sedangkan fraksi-fraksi
di DPR, yang mendukung UU, perlu menyosialisasikan kepada para kader di seluruh pelosok dapil
selama reses.
Media massa juga sejatinya adalah bagian penting penyambung gagasan yang berseberangan.
Apa yang disuarakan di luar dipertemukan dengan suara dari dalam Istana dan gedung
parlemen. Ruang diskusi itu ideal membangun pemahaman yang benar pada publik karena
menampilkan dua sisi pemahaman yang berbeda.
Kedua, kelompok yang mengerti maksud dan tujuan pemerintah namun menolaknya karena
berbeda kepentingan politik dan prioritas. Model kelompok ini paling sulit untuk bisa
menyamakan langkah. Pada tataran politik praktis, hanya bargaining politik yang bisa
menyelaraskan perbedaan.
Ketiga, kelompok yang memiliki kepentingan menjatuhkan pemerintahan serta kelompok yang
merasa kepentingannya terpangkas oleh UU Ciptaker. Semua yang bagus akan terlihat buruk di
mata kelompok ini. Apalagi bila ada kebijakan yang jelek dan keliru. Isu-isu yang berkaitan
dengan rakyat banyak seperti UU Ciptaker dimanfaatkan untuk menggalang sentimen negatif
kepada penguasa. Kelompok ini sulit untuk diajak diskusi. Ketegasan aparat keamanan yang bisa
mengatasi.
Pada akhirnya perbedaan tidak selalu sampai pada titik temu. Bila demikian, seperti juga
disebutkan oleh Presiden, masih ada kesempatan menempuh jalur konstitusional yakni uji
material atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
359