Page 593 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 593
aliran listrik di DPR sedang dipadamkan dan dalam proses perbaikan. Hal ini kemudian
menimbulkan kecurigaan di mata kelompok buruh. "Kami mengecam keras rapat yang mereka
laksanakan dari hotel ke hotel, pindah-pindah, dan diam-diam, seperti orang kejar tayang," kata
Said Iqbal, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), kepada M. Almer Sidqi dari Gatra.
Di tengah penolakan publik, RUU Ciptaker tetap disahkan oleh DPR. RUU yang rampung dibahas
dalam waktu singkat ini memuat 15 bab dan 186 pasal. Secara keseluruhan, RUU ini akan
berdampak pada 1203 pasal dari 79 undang-undang terkait dan terbagi dalam 7197 daftar
inventarisasi masalah (DLM).
Untuk menyelesaikan paket minibus law ini, DPR harus melakukan rapat sebanyak 64 kali, dua
kali rapat kerja, 56 kali rapat panitia kerja(panja) dan 6 kali rapat tim perumus dan tim
sinkronisasi. Rapat ini dilakukan DPR setiap hari dalam seminggu. Dalam pernyataan
Ketua Baleg, Supratman Andi Agntas, dari pagi hingga dini hari bahkan dalam masa reses pun
DPR tetap melakukan pembahasan RUU ini. "Baik di dalam maupun di luar gedung atas
persetujuan pimpinan DPR," ujarnya.
Tapi, Fraksi Partai Demokrat dan PKS, yang juga tergabung dalam Baleg dengan tegas menolak
pengesahaan RUU ini. Dalam rapat paripurna pengesahan RUU Ciptaker, politisi PKS, Amin AK,
mengatakan pada panja Baleg, fraksinya memberikan catatan yang pada intinya mengkritisi
calon beleid ini, baik secara formil maupun substansial. Kritik dari sisi formal, PKS menilai bahwa
proses pembahasan yang dilakukan
Baleg sebenarnya bertentangan dengan politik hukum kebangsaan.
Secara substansi, PKS menilai RUU ini memuat semangat liberalisasi sumber daya alam yang
sebenarnya bertentangan dengan konstitusi. RUU ini juga merugikan tenaga kerja dan terlalu
berpihak pada pengusaha. "RUU Ciptaker memberikan ruang besar bagi pemerintah, namun
tidak diimbangi dengan pengawasan dan sanksi hukumnya. Fraksi PKS menerima masukan dan
penolakan terhadap RUU ini. Karena itulah, Fraksi PKS menolak RUU Ciptaker disahkan menjadi
undang-undang," ujarnya.
Sementara itu, Fraksi Partai Demokrat yang diwakili Marwan Cik Asan menilai pembahasan RUU
ini terlalu terburu-buru. "Sehingga pembahasan pasal per pasal kurang mendalam," ujarnya.
Bagi Demokrat, RUU ini semestinya memberikan arah yang tegas bagi Indonesia. Harapannya,
dengan RUU ini, ada agenda perbaikan reformasi dan birokrasi yang signifikan. "Tapi kami
mencermati ada permasalahan mendasar dari RUU Cipta Kerja ini," Marwan melanjutkan.
Marwan menggarisbawahi soal tujuan percepatan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang
seharusnya menjadi arus utama dalam beleid ini, tapi sayangnya justru berpotensi meminggirkan
kalangan buruh dan pekerja. "Lalu juga RUU ini cacat prosedur, tidak transparan dan akuntabel.
Oleh karenanya, fraksi Demokrat menolak RUU Ciptaker dan harus dibahas ulang dan
mendalam," Marwan menambahkan.
Apa yang disuarakan PKS dan Demokrat di parlemen sebenarnya juga menjadi keresahan para
buruh. Said Iqbal, menjelaskan bahwa tim perumus yang dibentuk Baleg diisi oleh KSPI dan 32
serikat pekerja lain. Awalnya, DIM yang diajukan perwakilan buruh diterima dengan baik oleh
DPR. Bahkan DIM fraksi juga mengadopsi apa yang disuarakan buruh yakni mengurangi isi UU
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. "Hanya Golkar dan NasDem yang tidak sesuai dengan
aspirasi buruh," ujarnya.
Sampai saat itu, KSPI masih beranggapan DPR menyambut aspirasi buruh melalui tim perumus.
Tapi, beberapa hari kemudian, terjadi perubahan total pada DLM yang sudah disepakati.
592