Page 594 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 594
"Dan sama sekali tidak dipakai. Padahal tujuh fraksi itu sudah menulis (DLM)," Said menjelaskan.
Pandangan tiap fraksi menjadi berputar 180 derajat dan cenderung menyetujui pandangan
pemerintah. Di situ kemudian terjadi perdebatan dan kalangan buruh menolak keras perubahan
ini. "Sikap-sikap seperti itu dan perubahan-perubahan DLM yang tidak sesuai harapan buruhlah
yang membuat buruh mengambil sikap untuk melakukan mogok nasional."
Apa yang dikhwatirkan Fraksi PKS, Demokrat, dan juga kalangan buruh sebenarnya sudah
diketahui Supratman Andi Agtas sebagai Ketua Baleg. Tapi dia menolak jika dinilai tergesa-gesa
dalam merampungkan aturan ini. Termasuk juga ketika Baleg memajukan paripurna yang
semula akan digelar Kamis, 8 Oktober, menjadi Senin, 5 Oktober. "Itu kan keputusan Bamus
[untuk memaripurnakan RUU Ciptaker], bagi badan legislasi tugasnya sudah selesai. Dan kami
sudah menyuratkan kepada pimpinan untuk diparipurnakan dalam waktu dekat," ujar
Supratman.
Lebih jauh Supratman menanggapi, sejumlah pasal kontroversial yang seakan tidak digubris
DPR. Baginya, persoalan ini wajar terjadi dan meminta buruh bisa memakluminya. Pembahasan
klaster ketenagakerjaan menjadi perdebatan yang paling alot dibandingkan dengan klaster
lainnya. "Bahkan kalau boleh saya katakan, seluruh fraksi, sembilan fraksi memberikan atensi
yang luar biasa bagaimana kemudian memperjuangkan hak-hak buruh," ia mengungkapkan.
Maka, pemerintah meminta unmk melakukan peninjauan kembali dan memberikan rasionalisasi.
RUU Ciptaker yang sudah disahkan sebenarnya sudah mencakup tujuh tuntutan yang diajukan
kalangan buruh. "Pada prinsipnya hampir sebagian besar itu kita akomodasi, kecuali yang satu,
hanya terkait jumlah pesangon," Supratman menjelaskan.
Soal pesangon, Supratman mengklaim, justru lebih memiliki kepastian. Dalam catatannya,
dengan jumlah pesangon 32 kali gaji, ternyata hanya sekitar 7% pengusaha yang
menerapkannya. Maka, ada jaminan kehilangan pekerjaan selama enam kali yang ditanggung
100% oleh negara melalui mekanisme APBN. "Para pekerja tidak perlu membayarnya (premi),
tapi itu ditanggung oleh t pemerintah," katanya.
Kalangan buruh juga menyoal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang dianggap bisa
menjadikan buruh sebagai pekerja kontrak seumur hidupnya. Terkait ini, Supratman
menjelaskan bahwa PKWT sudah ditentukan dalam aturan ini paling lama tiga tahun, baik PKWT
maupun outsourcing. "Kita sudah berikan perlindungan berupa adanya jaminan kompensasi
kalau kemudian mereka itu terkena pemutusan hubungan kerja. Dulunya enggak ada katanya.
Palu di tangan Azis Syamsudin sudah terlanjur diketuk. UU Cipta Kerja kini sudah masuk dalam
lembaran negara. Serikat buruh merasa, pemerintah dan DPR sudah keterlaluan dengan segala
manuver dalam pengesahan beleid ini. Said Iqbal sudah mewanti-wanti, buruh akan berunjuk
rasa dan mogok kerja nasional.
Mogok kerja tentu menjadi momok bagi kalangan pengusaha. Produksi berhenti, kerugian di
depan mata. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun angkat bicara. Shinta Widjaja Kamdani,
Wakil Ketua Apindo, mengatakan RUU Ciptaker sebenarnya hasil kolaborasi yang baik lintas
sektoral. Bahkan, menurut Sinta, pembahasan pasal per pasal sudah cukup detail dan teliti. "Jadi
kami sepakat dengan pemerintah dan DPR yang memutuskan yang terbaik, agar Undang-
Undang Cipta Kerja bermanfaat untuk kita semua," katanya kepada Qonita Azzahra dari Gatra
pada Senin, 5 Oktober lalu.
Meski Shinta juga menyadari ada pihak yang tidak puas dengan hasil akhir. Sebenarnya, bukan
hanya buruh yang tidak puas, melainkan juga kalangan pengusaha. "Kalau yang namanya puas
tidak puas, enggak pernah semua orang puas. Kami pun ketidakpuasan pasti ada. Tapi kan pada
akhirnya harus diputuskan," ujarnya.
593