Page 700 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 700

KLARIFIKASI MENAKER SOAL CUTI HAID DAN MELAHIRKAN DI UU CIPTA KERJA

              JAKARTA,  - Menteri Ketenagakerjaan (  Menaker  ),  Ida Fauziyah  , membantah bahwa Undang-
              undang  Omnibus Law Cipta Kerja  atau  UU Cipta Kerja  menghilangkan hak cuti pekerja seperti
              cuti haid  dan  cuti melahirkan  .

              Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan, bahwa waktu istirahat dan cuti itu tetap
              diatur seperti di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

              "Memang tidak diatur di Undang-Undang Cipta Kerja. Artinya kalau tidak dihapus berarti undang-
              undang yang lama tetap eksis, namun undang-undang ini memerintahkan untuk pengaturan
              lebih detailnya di peraturan pemerintah (PP)," kata Ida dilansir dari  Antara  , Jumat (9/10/2020).

              Namun,  dalam  penjelasannya,  Ida  justru  tak  menjelaskan  terkait  apakah  perusahaan  masih
              harus diwajibkan membayar upah penuh selama cuti haid dan melahirkan.
              Skema  no work no pay  atau yang lebih dikenal  unpaid leave  selama ini jadi kekhawatiran para
              pekerja, khususnya pekerja perempuan, apakah diterapkan di UU Cipta Kerja atau sebaliknya
              tetap mengacu pada aturan lama di  UU Ketenagakerjaan  .

              Ida  menjelaskan,  bahwa  waktu  kerja  bagi  pekerja  tetap  mengikuti  ketentuan  dari  UU
              Ketenagakerjaan meliputi tujuh jam sehari dan 40 jam satu pekan untuk enam hari kerja dalam
              satu pekan.

              Selain itu tetap diatur juga ketentuan waktu kerja delapan jam sehari dan 40 jam satu pekan
              untuk lima hari kerja dalam satu pekan. Terkait lembur, ia memastikan waktu kerja tetap diatur
              maksimal empat jam dalam satu hari.

              Ida mengatakan bahwa UU yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin
              (5/10/2020) itu juga mengakomodir pekerjaan yang sifat dan kondisinya tidak dapat mengikuti
              sepenuhnya ketentuan yang sebelumnya sudah tertuang di UU Nomor 13 Tahun 2003.

              "Misalnya sektor ekonomi digital yang waktu kerja sangat fleksibel. Kalau di UU sebelumnya tidak
              mampu mengakomodasi jenis pekerjaan baru, waktu pekerjaan yang fleksibel maka di UU ini
              jawabannya," tegas Ida.

              Ida juga mengungkapkan alasan kenapa pemerintah dan  DPR  secara mendadak mengesahkan
              RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.

              Ida mengatakan, berdasarkan informasi yang ia dapatkan, DPR hendak mengurangi intensitas
              rapat dengan alasan banyak anggota DPR yang terpapar virus corona (Covid-19).

              "DPR memutuskan untuk mempercepat (pengesahan) yang rencananya tanggal 6 atau tanggal
              8 (Oktober). Kemudian diajukan menjadi tanggal 5 dengan alasan karena untuk mengurangi
              jam-jam rapat sehingga bisa menekan penyebaran Covid-19," ujar Ida.

              "Mungkin banyak yang mengatakan begitu kenapa kok tiba-tiba tanggal 5?. Itu yang saya dengar
              memang  alasan  penjelasan  dari  Wakil  Ketua  (DPR)  karena  banyak  teman-teman  DPR  yang
              terpapar Covid-19," sambung Ida.

              Meski begitu, Ida mengatakan, Omnibus Law UU Cipta Kerja telah melalui proses rapat koordinasi
              yang tidak singkat. Ia menyebutkan, sebelum jadi UU, Omnibus Law Cipta Kerja sudah dibahas
              selama 64 kali. Terdiri dari 2 kali rapat kerja, 56 rapat Panja DPR dan 6 kali rapat tim peumus
              tim sinkronisasi.

              "Kemudian pada akhirnya, DPR memutuskan mengesahkan dalam rapat paripurna tanggal 5
              Oktober," ucap Ida.
                                                           699
   695   696   697   698   699   700   701   702   703   704   705