Page 4 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 4
INI SKEMA "KARYAWAN TETAP" DAN "KARYAWAN KONTRAK" DI UU CIPTA KERJA
Pemerintah dan DPR mengubah skema kontrak kerja dalam UU Cipta Kerja. Dalam Omnibus Law
Cipta Kerja, Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 dihapus. Pasal tersebut mengatur batasan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha atau perusahaan untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk jenis pekerjaan tertentu.
Dalam perjanjian PKWT juga mengatur kedudukan atau jabatan, gaji atau upah pekerja,
tunjangan serta fasilitas apa yang didapat pekerja dan hal-hal lain yang bersifat mengatur
hubungan kerja secara pribadi.
Perusahaan hanya bisa melakukan kontrak kerja perjanjian PKWT paling lama 3 tahun. Setelah
itu, perusahaan diwajibkan untuk mengangkat pekerja atau buruh sebagai karyawan tetap jika
ingin mempekerjakannya setelah lewat masa 3 tahun.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, menjelaskan dalam skema batasan waktu
kontrak akan diatur dalam regulasi turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP). Namun dalam
pembahasannya masih akan mempertimbangkan masukan pengusaha dan serikat buruh.
Menurut Ida, jika diatur batasan maksimum kontrak PKWT selama 3 tahun sebagaimana di UU
Nomor 13 Tahun 2003, justru tidak fleksibel dan memberatkan dunia usaha.
"Bisa saja lebih dari lima tahun (masa batasan kontrak). Bisa kurang. Dinamikanya sangat tinggi.
Kalau langsung diatur di undang-undang, kami khawatir justru tidak bisa mengikuti dinamika
tersebut," kata Ida dikutip dari Harian Kompas, Senin (19/10/2020).
"Kami sudah sepakat bersama teman-teman di forum tripartit (pemerintah, pengusaha, dan
buruh), hal ini akan dibicarakan dalam perumusan peraturan pemerintah (PP). Jadi, tidak diisi
sendiri oleh pemerintah," kata dia lagi.
Ia beralasan, dihapuskannya Pasal 59 yang mengatur batas waktu PKWT karena UU Cipta Kerja
menganut fleksibilitas. Hal itu juga sudah lazim diterapkan di negara lain untuk kemudahan
berusaha investor.
"Kita belajar dari beberapa negara. Jika hal itu diatur di undang-undang, tidak akan ada
fleksibilitas pengaturan. Persoalan ini tidak sederhana ketika dinamika tenaga kerja tinggi," ujar
dia.
Ia menuturkan, UU Cipta Kerja akan membuka lapangan kerja yang lebih besar karena
banyaknya kemudahan yang bisa dinikmati dunia usaha.
"Sebenarnya kita prioritaskan industri padat karya. Harapannya bisa menyerap lebih banyak
orang dalam waktu cepat. Kita juga butuh industri padat karya karena tingkat pendidikan dan
keterampilan tenaga kerja masih rendah. Kita perlu industri yang tidak mensyaratkan
keterampilan terlalu tinggi," jelas Ida.
Meski berlaku untuk seluruh perusahaan yang beroperasi di Indonesia, UU Cipta Kerja
sebenarnya fokus untuk memberikan peluang lebih banyak bagi industri padat karya.
Ida mengklaim, dengan disahkannya UU Cipta Kerja, lapangan pekerjaan akan bertambah,
sekaligus untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja.
"Beberapa perusahaan yang akan relokasi rata-rata padat karya. Harapannya, mereka bisa
melihat bahwa lewat RUU Cipta Kerja, iklim berusaha diperbaiki, perizinan dipermudah, dan
3