Page 412 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 412
POLEMIK UPAH DALAM UU CIPTA KERJA DAN PERATURAN PEMERINTAH YANG
DITUNGGU
Jakarta - Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak untuk warga negara Indonesia sudah
dijamin dalam Undang-Undang (UU) Dasar 1945, tepatnya di pasal 27 ayat 2.
Permasalahan masalah pekerjaan dan penghidupan yang layak ini kini menjadi salah satu isu
yang santer dibahas, baik ketika duduk berkumpul di rumah karena saat ini masih berlangsung
pandemi COVID-19 atau dalam bentuk perdebatan di media sosial. Semua itu karena Dewan
Perwakilan Rakyat telah menyetujui UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020.
Aksi massa dilakukan terutama oleh serikat pekerja dan buruh dalam bentuk mogok nasional 6-
8 Oktober 2020. Tidak hanya itu, elemen mahasiswa juga sempat turun ke jalanan menentang
pengesahan UU tersebut.
Dari berbagai poin yang dipermasalahkan oleh serikat pekerja, upah adalah salah satu yang
menjadi sorotan. Menurut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menjadi salah satu
motor penggerak aksi nasional, keberadaan UU itu akan menghilangkan Upah Minimum
Kabupaten (UMK) bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).
Dalam salah satu pernyataannya, Presiden KSPI Said Iqbal mengecam penghilangan klausal
tentang UMK dan UMSK itu dalam UU Cipta Kerja yang tengah menunggu tanda tangan Presiden
Joko Widodo untuk resmi menjadi sebuah UU.
Menurut dia, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada karena UMK setiap daerah
berbeda satu dengan laininya.
"Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan
seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju
atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang
berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara," ujar Said dalam
pernyataan pada 4 Oktober 2020.
Isu tentang upah itu sendiri langsung dibantah oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida
Fauziyah. Dalam konferensi pers daring pada 7 Oktober 2020, dia menegaskan bahwa upah
minimum akan tetap diatur dan ketentuannya mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP)
turunan dari UU itu.
Upah minimum ditetapkan dengan memperhatikan kelayakan hidup pekerja dengan berdasarkan
aspek pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi daerah. Karena itu Upah Minimum Provinsi
(UMP) wajib ditetapkan oleh gubernur dan UMK tetap ada.
Tapi benarkah demikian? Jika dibandingkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dan UU Cipta Kerja di Bab IV Ketenagakerjaan, terdapat beberapa perbedaan di bagian
pengupahan.
Perbedaan mulai terlihat di ayat kedua Pasal 88 yang semula berbunyi "Untuk mewujudkan
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh"
menjadi "Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya
mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." Tidak hanya
itu terdapat perbedaan di ayat tiga tentang kebijakan pengupahan yang dimaksud dalam ayat
dua yang semula memiliki 11 poin berkurang menjadi tujuh poin.
Selain itu, di antara Pasal 88 dan Pasal 89 dalam UU Cipta Kerja disisipkan lima pasal baru yang
berbicara antara lain tentang pengupahan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang
411

