Page 414 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 414
SMP, 25,78 juta orang lulusan SMA, 16,92 juta orang lulusan SMK, 3,92 juta orang lulusan
D1/D2/D3/Akademi serta 14,22 juta merupakan lulusan S1/S2/S3.
Urgensi peluang dan lapangan pekerjaan untuk angkatan kerja baru itu juga disampaikan oleh
pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Nur Effendi. Dia
menyebut, kebijakan untuk menciptakan peluang kerja terutama untuk pemuda memang
dibutuhkan.
"Untuk menciptakan itu tidak bisa hanya begitu saja, tentunya harus kebijakan, salah satunya
adalah investasi," kata Tadjuddin ketika dihubungi ANTARA.
Keberadaan investasi tidak bisa berdiri sendiri tapi butuh dukungan seperti inisiatif untuk
mempermudah proses penanaman modal di Indonesia terutama perusahaan yang berasal dari
luar Indonesia.
Menurut Tadjuddin, Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah salah satu usaha pemerintah Presiden
Joko Widodo untuk menarik pemodal masuk ke Indonesia yang pada akhirnya bisa menciptakan
peluang kerja.
"Jadi yang demo itu keliru, yang demo kebanyakan milenial, itu sesungguhnya untuk mereka,"
kata akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM itu.
Terkait berbagai aksi yang dilakukan buruh dan mahasiswa, yang sempat berakhir ricuh dengan
penghancuran banyaknya fasilitas umum di Jakarta, dia memperingatkan bahwa UU Cipta Kerja
adalah payung hukum yang implementasinya akan diatur dalam PP.
Peraturan Pemerintah Tidak bisa dipungkiri, masih banyak yang perlu diperjelas terkait klaster
ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja. Hal itu karena banyak pasal implementasinya secara rinci
akan diatur dalam PP, termasuk dalam permasalahan upah yang disoroti oleh buruh.
Menurut Menaker Ida Fauziyah paling tidak akan ada tiga PP yang mengatur klaster
ketenagakerjaan seperti PP pelaksanaan ketenagakerjaan termasuk untuk penggunaan tenaga
kerja asing, hubungan kerja dan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan waktu kerja serta
istirahat.
Selain itu, ada PP khusus untuk pengupahan yang merevisi sebagian PP Nomor 78 Tahun 2018
tentang Pengupahan yang diantaranya mengatur Dewan Pengupahan, UMP, UMK, dan
penetapan aturan upah minimum.
PP ketiga adalah tentang penyelenggaraan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), sebuah
jaminan yang baru muncul dalam UU ini. Hal ini untuk mengatur prinsip penyelenggaraannya,
cakupan pekerja yang dapat mengikuti JKP, manfaat, masa kepesertaan dan pendanaan.
Dalam penyusunannya Menaker Ida memastikan bahwa akan melibatkan berbagai pemangku
kepentingan di sektor ketenagakerjaan termasuk pengusaha dan serikat pekerja/buruh.
Ida menargetkan pembahasan bersama Tim Tripartit Plus yang terdiri dari serikat pekerja/buruh,
pengusaha, pemerintah, pakar dan akademisi itu dapat diselesaikan pada pekan ketiga Oktober
agar harmonisasi dan penandatanganan PP dapat dilakukan pada awal November.
Tentu saja, itu semua menunggu pengesahan UU Cipta Kerja dengan ditandatangani oleh
Presiden Joko Widodo dan serta diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Belum lagi usai pengesahan masih akan ada potensi aksi lanjutan dari berbagai elemen
masyarakat yang menentang UU Cipta Kerja dan kemungkinan judicial review atau uji materi UU
tersebut yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
413