Page 427 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 427

"Misalnya pasal mengenai pesangon melanggar hak untuk penghidupan yang layak seperti di
              pasal 27 UUD 1945. Dalam uji materil pula, katanya, hakim MK akan meneliti dalil pemohon,
              keterangan saksi ahli, dan pembuktian di persidangan.

              Namun demikian, hakim bisa memutus uji materil itu tanpa perlu menghadirkan saksi ahli atau
              pembuktian sehingga persidangan tidak memakan waktu lama.

              Sedangkan uji formil mendasarkan gugatan pada proses legislasi yang melanggar pasal 20 UUD
              1945 di mana pembentukan undang-undang harus partisipatif.

              Menurut Bivitri, jika melihat proses pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja, maka bisa dipastikan
              tidak cukup partisipatif dan terburu-buru dalam proses pembahasan.

              "Ada dua fraksi yang tidak setuju saja itu sudah cacat prosedural. Ada perubahan draf sampai
              dikirim ke presiden, itu bisa jadi dasar uji formil.  Hanya saja Bivitri menyimpan sedikit keraguan
              pada hakim konstitusi dalam memutus perkara ini setelah disahkan Undang-Undang MK yang
              baru di mana hakim bisa menjabat sampai 15 tahun.

              "Dengan  adanya  Undang-Undang  MK  ini  bisa  menurunkan  daya  kritis  hakim.  Tapi  peluang
              menang atau kalah, faktornya banyak. Apakah pembuktian baik atau tidak, apakah ahli yang
              dihadirkan bisa meyakinkan hakim atau tidak," jelasnya.

              Staf  Khusus  Kementerian  Ketenagakerjaan,  Dita  Indah  Sari,  mengatakan  pihaknya  akan
              menjalankan  apapun  keputusan  Mahkamah  Konstitusi  atas  judicial  review  yang  dilayangkan
              sejumlah organisasi buruh.

              Ia mengeklaim, pasal-pasal yang tertuang dalam UU Cipta Kerja merupakan "titik kompromi
              paling maksimal" yang bisa diupayakan kementerian.

              "Yah kita akan sesuaikan. MK sebagai pengambil keputusan tertinggi kalau bilang batalkan atau
              ubah,  kita  lakukan,"  ujar  Dita  Indah  Sari  kepada  BBC  News  Indonesia, Kamis  (15/10)  lewat
              sambungan telepon.

              Kendati demikian, ia meminta tujuh organisasi buruh yang terlibat dalam pembahasan RUU Cipta
              Kerja  agar  tetap  ikut  serta  dalam  pembahasan  dan  perumusan  Rancangan  Peraturan
              Pemerintah.

              Aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja itu, katanya akan ada empat hal di antaranya
              mengenai pengupahan, penyelenggaraan hubungan ketenagakerjaan, dan tenaga kerja asing.

              "Proses pembahasan PP jangan diabaikan, justru nanti akan menimbulkan masalah baru karena
              tidak terinformasikan perkembangannya. Jadi silakan ke MK, tapi dialog pembuatan PP dijalani
              juga.""Supaya tidak timbul salah paham lagi, nanti menganggap pemerintah tidak akomodatif
              padahal teman-teman menolak dialog."Empat PP itu, kata dia, ditargetkan rampung pada pekan
              pertama  November  mendatang.  Sejumlah  kalangan  mulai  dari  akademisi,  organisasi  buruh,
              pakar, akan diundang.

              Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disetujui dalam Rapat Paripurna 5 Oktober
              lalu telah diserahkan ke Presiden Jokowi pada Rabu (14/10) untuk kemudian di-nomorkan agar
              sah sebagai undang-undang yang berlaku.

              Saat pembahasan, UU Cipta Kerja mendapat banyak penolakan dari kelompok buruh, akademisi,
              dan pegiat lingkungan karena dinilai merugikan pekerja dan merusak lingkungan.

              Tapi Presiden Jokowi menepis sangkaan itu dan menyatakan undang-undang ini mendorong
              tumbuhnya investasi dan menyediakan lapangan kerja.


                                                           426
   422   423   424   425   426   427   428   429   430   431   432