Page 121 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 OKTOBER 2020
P. 121
mengalami penurunan produksi. Sebanyak 40% usaha mandiri terhenti kegiatan usahanya, dan
52% mengalami penurunan kegiatan produksi.
Sebagai masalah global, segala kompleksitas masalah yang dihadirkan oleh Covid-19 bukan
monopoli bangsa Indonesia saja. Organisasi Buruh Internasional (International Labour
Organization atau ILO) memprediksi ada 195 juta orang yang diPHK di triwulan II 2020. Prediksi
ini berdasarkan hitungan jam kerja. Asumsinya, 6,7% jam kerja yang hilang karena terhentinya
usaha. Jika dikonversika, prosentase itu sama dengan 195 juta orang. Menurut perkiraan ILO,
jam kerja yang hilang paling banyak terjadi di negara-negara Arab, yaitu sebesar 8,1% atau
setara PHK terhadap 5 juta tenaga kerja, Eropa sebesar 7,8% atau setara dengan PHK terhadap
12 juta tenaga kerja, dan Asia Pasifik sebesar 7,2% atau sama dengan 125 juta tenaga kerja.
Terjadinya badai PHK tersebut secara otomatis berimplikasi pada meningkatnya jumlah
pengangguran. Negara digdaya dan mapan ekonominya seperti Amerika Serrikat pun tak kuasa
menghindari realita tersebut. Bahkan negara yang kini dipimpin Presiden Donald Trump itu
mengalami peningkatan signifikan. Pada akhir 2019, tingkat pengangguran di Amerika Serikat
sebesar 3,5%. Prosentase ini mengalami lonjakan menjadi14,7% di bulan April, sebulan sejak
WHO menetapan Covid-19 sebagai pandemi. China sebagai awal munculnya kasus Corona,
mengalami peningkatan angka pengangguran dari 5,2% pada akhir 2019 menjadi 6% di bulan
April 2020.
Persoalannya, seiring dengan tidak adanya satu pihak pun yang bisa memberikan kepastian
sampai kapan Covid-19 menjadi pandemi, selama itu pula angka pengangguran berpotensi terus
mengalami peningkatan dan menjadi bom waktu sosial yang bisa menimbulkan ledakan
kapanpun. Karena itu diperlukan pemikiran-pemikiran out of the box untuk bisa memulihkan
keterpurukan ekonomi masyarakat sebagai dampak gelombang PHK massal.
UU Cipta Kerja Adalah Solusi? Polemik yang saat ini sedang menghangat di berbgagai media dan
ruang diskusi adalah disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Bagi sebagian
pihak, Undang-Undang tersebut dipersepsikan sebagai solusi mujarab untuk korban PHK sebagai
dampak pandemi Covid-19.
Seperti diungkap Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Airlangga Hartarto, Undang-Undang
Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan debirokratisasi, sehingga pelayanan
pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti. Dengan reformasi regulasi itu diharapkan
akan mendorong investasi dan meciptakan banyak lapangan kerja. Bagi pihak lain, Undang-
Undang Cipta Kerja berpotensi menimbulkan penguasaan berbagai sektor ekonomi secara besar-
besaran oleh investor asing, termasuk sektor pertanian.
Terlepas dari arus perdebatan yang berlangsung, ada ketidakpastian yang tersembunyi di balik
Undang-Undang Cipta Kerja. Pertama, dari sisi keberlakuannya. Memang sejak disahkan oleh
DPR, Undang-Undang tersebut memiliki keberlakuan normatif sebagai ius constitutum. Namun
ada peluang keberlakuannya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi jika permohonan judicial
review (uji materi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945) yang diajukan oleh
pihak-pihak pemohon, dikabulkan karena melanggar azas Lex superiori derogat legi inferior
(aturan hukum yang secara hierarkhi di atas mengalahkan yang di bawahnya) . Kedua, dari sisi
political will pembentuk Undang-Undang itu sendiri. Dikatakan bahwa Undang-Undang Cipta
Kerja akan membuka keran investasi yang selama ini banyak terhambat oleh rumitnya prosedur,
termasuk investasi asing, sehingga akan terbukalah peluang kerja yang bisa dimanfaatkan oleh
mereka yang menjadi korban PHK sejak adanya pandemi Covid-19. Persoalannya, seberapa
besar probabilitas bahwa investasi yang terjadi akan menyerap banyak tenaga kerja dari
Indonesia sendiri dan bukan tenaga kerja asing? Berangkat dari analisis tersebut diperlukan
adanya kecerdasan adversitas untuk mencari solusi yang tidak membuat anak-anak bangsa
Indonesia menggantungkan hatapan pada ketidakpastian. Perlu dirumuskan solusi alternatif
120