Page 91 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 OKTOBER 2020
P. 91
Meski begitu, keputusan itu belum diketok final. Terkait UMP 2021 naik atau tidak, akan
diputuskan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Direktur Pengupahan Direktorat Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI JSK), Dinar Titus
Jogaswitani mengatakan kemungkinan keputusan akan ditetapkan minggu depan.
3 ALASAN UPAH 2021 BISA LEBIH RENDAH DARI 2020
Dewan Pengupahan Nasional Provinsi, Kabupaten/Kota telah melakukan dialog pada 15-17
Oktober 2020. Tujuannya untuk menentukan usulan besaran upah minimum provinsi (UMP)
tahun 2021. Berdasarkan informasi yang digali, kemungkinan besar UMP tahun depan tidak akan
naik dari tahun ini. Bahkan ada kemungkinan pelaku usaha bisa melakukan negosiasi dengan
pekerjanya agar upah 2021 bisa lebih rendah dari UMP 2020.
Berikut 3 alasannya: Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz
mengatakan UMP 2021 diusulkan minimal sama dengan 2020. Sedangkan untuk perusahaan
yang terdampak COVID-19, bisa menyesuaikan melalui perundingan bipartit antara pengusaha
dan buruh. Jika sudah sesuai negosiasi bipartit, maka bisa saja UMP 2021 lebih rendah dari 2020.
"Upah minimum untuk perusahaan yang terdampak COVID dirundingkan secara bipartit. Kalau
sudah sesuai bipartit bisa lebih rendah, bisa kurang, bisa tinggi karena disesuaikan dengan
kemampuan perusahaan. Kalau sesuai perusahaan secara otomatis tentu berkurang gajinya,"
katanya saat dihubungi, Minggu (18/10/2020).
Adi yang juga sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengupahan Nasional (DPN) Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo), menyebut hal itu dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak
memungkinkan untuk menaikkan upah minimum.
"Karena kondisi ekonomi yang saat ini memang tidak memungkinkan. Kita juga sesuaikan
dengan kekuatan pengusaha itu sendiri karena kita sebetulnya saling tahu satu dengan yang
lainnya," tuturnya. Jika dipaksakan UMP 2021 naik di tengah kondisi pandemi, disebut akan
semakin banyak pegawai yang dirumahkan bahkan hingga dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK).
"Sangat bahaya, yang kita tekankan justru dari pencari kerjanya. Pengangguran semakin banyak,
PHK juga semakin banyak, begitu juga yang dirumahkan. Ini jangan sampai terjadi berlarut-
larut, jadi kami merekomendasikan UMP di 2021 minimal sama dengan UMP di 2020," tuturnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit
mengatakan mayoritas perusahaan mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi COVID-
19.
"Lihat sendiri situasi bagaimana sekarang ini. Kondisi sekarang ini kan 88% pendapatan
menurun. Menurun itu variasi ada yang banyak, sedikit, tapi menurun 88%. Yang stabil 14%,
yang naik ada 2% lebih, sekitar itu lah plus minus," ucapnya.
Untuk itu, dirinya meminta agar ada saling pengertian antara perusahaan dan buruh. Perusahaan
yang kinerjanya masih baik disebut bisa saja buruh melakukan upah negosiasi. Sementara
perusahaan yang sedang sulit, diharapkan buruh dapat memahami kondisi itu. Meski begitu,
keputusan itu belum diketok final. Terkait UMP 2021 naik atau tidak, akan diputuskan oleh
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Direktur Pengupahan Direktorat Jenderal Pembinaan
Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI JSK), Dinar Titus Jogaswitani
mengatakan kemungkinan keputusan akan ditetapkan minggu depan.
"Masih kami bahas. Sabar ya menunggu. Semoga (selesai) minggu depan," katanya dihubungi
terpisah.
90