Page 132 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 MARET 2021
P. 132

Dari sisi alokasi aset, misalnya, porsi saham dan reksadana di Jiwasraya lebih dari 91
              persen (31 Desember 2019). Sementara di BPJS Ketenagakerjaan pada 31 Desember
              2020 lalu hanya 23,56 persen untuk porsi saham dan reksadana.

              "Jadi, kerugian portofolio saham BPJS Ketenagakerjaan masih di atas kertas yang wajar

              sebagai risiko investasi, dan bisa kembali untung sejalan dengan membaiknya ekonomi
              setelah Pandemi Covid-19. Unrealized loss ini tidak logis dikategorikan sebagai kerugian
              hasil manipulasi yang berpotensi pidana. Lebih pada risiko bisnis yang sudah dikalkulasi
              dengan baik," tutupnya.

              Hingga kini, penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terhadap BPJS
              Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) belum ada kejelasan hukum.

              Tak pelak, hal ini mengundang banyak spekulasi publik. Kini giliran Direktur Eksekutif
              Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana & Investasi Indonesia (APRDI), Mauldy Rauf Makmur

              angkat bicara. Dengan tegas dirinya mengatakan, kasus BPJS Ketenagakerjaan dengan
              Jiwasraya  dan  Asabri  sangat  berbeda.  Jiwasraya  dan  Asabri  melanggar  dalam
              pengelolaan reksadana.

              Tak  hanya  itu,  lanjut  Mauldy,  saham  (Jiwasraya  dan  Asabri  red)  juga  diindikasikan
              diinvestasikan pada saham yang berfundamental tidak baik, sehingga pada saat ingin
              mencairkan sahamnya tidak bisa diuangkan atau dijual.


              "Kalau BPJS Ketenagakerjaan sangat berbeda, karena BPJS Ketenagakerjaan tidak ada
              masalah  dengan  guaranteed  return,  tidak  ada  masalah  juga  dengan  pelanggaran
              pengelolaan reksadana," tegas Mauldy.

              "Yang dimasalahkan dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan itu Unrealized Loss (UL). Di
              pasar modal itu selalu ada Unrealized Loss. Saya tahu betul BPJS Ketenagakerjaan punya
              SOP yang baik dalam memilih Manager Investasi (MI) dan dalam memilih reksadana.
              SOP mereka jelas," terang Mauldy.


              Contoh,  masih  kata  dia,  MI  yang  ingin  menjadi  mitra  BPJS  Ketenagakerjaan  tidak
              sembarangan, dari Asset Under Management (AUM)- nya saja sudah jelas dipilih.

              Lalu  produk  reksadana  mereka  dipantau  terus,  mereka  punya  alat  ukur  atau  rating
              sendiri, jika reksadananya kinerjanya buruk, secara periodik MI-nya bisa dipanggil dan
              dievaluasi.


              Mauldy menyimpulkan, BPJS Ketenagakerjaan benar-benar prudent dalam melakukan
              investasi.

              "Semua di pasar modal pasti kena UL, ketika kinerja indeks turun ya pasti kena UL, tapi
              kalau  kinerja  indeks  naik  lagi  maka  saham  juga  akan  naik  lagi.  Kalau  UL
              dipermasalahkan, ya tidak ada yang berinvestasi di pasar modal," tutupnya.



                                                           131
   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137