Page 229 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 MARET 2021
P. 229
Di dalam masing-masing kelas asset, lanjut Sembel, dilakukan strategi pemilihan
sekuritas atau manajer investasi yang cocok dengan tujuan investasi. Bahkan, dalam
pemilihan manager investasi relatif ketat.
Syaratnya harus mempunya dana kelolaan minimal Rp1,5 triliun. Lebih jauh dia
memaparkan, data portofolio sahamnya diinvestasikan pada saham-saham LQ-45.
Itu artinya isi portfolio sahamnya dominan terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar
besar dan relatif likuid. Tidak perlu diragukan lagi tentang saham-saham LQ-45.
Penurunan dan kenaikan harga saham sangat tergantung pada perkembangan pasar
modal di Indonesia.
"Kerugian yang terjadi (yang masih belum direalisasikan atau disebut unrealized loss)
masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia hal itu tercermin dari
pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan
resesi ekonomi," tambah dia.
Bukti menunjukkan, sambung Sembel, unrealized lossnya naik turun sesuai dengan naik
turunnya IHSG. Pada saat IHSG di level 5.979 (31 Desember 2020) unrealized loss
mencapai Rp22,308 triliun, tapi ketika IHSG di level 6.429 (20 Januari 2021) lalu,
unrealized loss menurun menjadi Rp14,417 triliun atau 2.91% dari total portofolio Rp495
triliun yang mayoritas disebabkan penurunan kinerja emiten BUMN. Naik turun akan
terjadi sesuai dengan pergerakan harga saham.
"Bukan tak mungkin, ketika IHSG di level 7.000, bukan unrealized loss, tapi bisa berbalik
arah menjadi unrealized gain.
Hal ini bisa dilihat naik turunnya potensial loss itu sangat tergantung dari pergerakan
IHSG.
Ada banyak faktor yang menyebabkan naik turunnya harga saham, namun yang paling
penting sahamnya likuid dan mempunyai kapitalisasi pasar yang besar dan hal itu yang
menjadi portofolio saham BPJS-TK," tegas Roy Sembel.
Tak cukup sampai disitu, Sembel menegaskan, temuan itu berbeda dengan kerugian
portofolio investasi pada kasus Jiwasraya. Portofolio saham-saham Jiwasraya, seperti
diungkap ke media termasuk golongan saham kualitas rendah, tidak likuid dan
mempunyai kaplitalisasi pasar yang kecil. Banyak orang menyebut saham-saham
"gorengan".
"Jelas hal ini berbeda, meski tampak sama. Banyak perbedaan riil antara kerugian
Jiwasraya yang sudah realized loss dengan unrealized loss seperti di BPJAMSOSTEK. Hal
yang mendasar terjadi, seperti persyaratan pemilihan manager investasi. Di
BPJAMSOSTEK sangat ketat, sementara di Jiwasraya longgar," imbuh dia.
228