Page 49 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 30 SEPTEMBER 2020
P. 49
PESANGON DIBAYAR PATUNGAN
Pemerintah dan DPR sepakat bahwa negara ikut menanggung pesangon bagi pekerja yang di
PHK. Namun, sejumlah pihak meragukan kemampuan fiskal negara.
Keputusan pemerintah ikut membayar pesangon pekerja yang mengalami pemutusan hubungan
kerja mendapat kritik. Sumber dana dipertanyakan karena keuangan negara, apalagi di tengah
pandemi Covid-19, dinilai tidak cukup kuat untuk ikut menanggung kewajiban perusahaan.
Kalangan pekerja khawatir ketentuan itu justru akan semakin mendorong fleksibilitas dan
liberalisme pasar kerja.
"Jika pesangon ditanggung pemerintah dengan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan), dari mana
sumber dananya? Siapa yang akan membayar iuran rutin JKP pekerja? Bisa jebol APBN kita,"
kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said lqbal dalam konferensi pers di
Jakarta, Selasa (29/9/2020).
Ia khawatir aturan itu justru akan memunculkan pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel dan
liberal. Oleh karena JKP hanya melindungi karyawan tetap, bukan pekerja kontrak atau alih daya
(outsourcing), akan makin banyak pekerja yang tidak mendapat kepastian kerja dan terus
berstatus kontrak.
Apalagi, mengingat jumlah pekerja kontrak dan alih daya saat ini mencakup 70-80 persen dari
total 56 juta orang pekerja formal. "Bisa saja jalan tengah ini diambil karena tahu JKP tidak perlu
diberikan untuk karyawan kontrak atau outsourcing, ke depan tak perlu banyak karyawan tetap,"
ujarnya.
Dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja, Senin (28/9), pemerintah dan DPR
memutuskan, jumlah hak pesangon pekerja yang diputus hubungan kerja (PHK) tetap mengacu
pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni maksimal 32 kali
gaji.
Pemerintah dan DPR memutuskan, agar tidak menyulitkan pengusaha dan tetap melindungi
pekerja, negara akan ikut "patungan" menanggung pembayaran sembilan kali gaji melalui skema
asuransi JKP. Sementara pengusaha membayarkan 23 kali gaji. Pengaturan lebih detail soal
skema kepesertaan serta besarannya disepakati diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
Integrasi jaminan sosial
Dalam rapat Panja RUU Cipta Kerja sempat muncul keraguan dari DPR bahwa negara memiliki
ruang fiskal yang cukup longgar untuk ikut menanggung kewajiban pengusaha. Apalagi, di
tengah pandemi ketika defisit APBN melebar dan kasus PHK makin banyak muncul. Namun,
mayoritas anggota DPR meminta pemerintah meringankan beban pekerja dengan menanggung
iuran kepesertaan JKP.
Ketua Panja RUU Cipta Kerja DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, keputusan ini menjadi
jalan tengah. "Pemerintah dan pengusaha saling berbagi beban sehingga kehadiran negara ada
untuk memberikan jaminan kepastian untuk pekerja," ujarnya.
Menurut Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Sire-gar,
skema pembayaran kompensasi PHK itu akan menjadi beban bagi APBN. "Dorongan agar
pemerintah membayarkan iuran jaminan sosial bagi pekerja informal miskin saja belum kunjung
dipenuhi, sekarang iuran JKP untuk pekerja tetap malah mau dibayar pemerintah," kata Timboel.
Menurut Timboel, kompensasi PHK seharusnya diintegrasikan dengan sistem jaminan sosial.
Dengan demikian, pengusaha tetap berkewajiban mengiur dalam persentase tertentu sebagai
48