Page 177 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 18 MEI 2020
P. 177
digunakan dalam Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara ialah Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)," paparnya.
Adapun Surat Keputusan tersebut, sambung Dato' Zainul, dianggap bertentangan
dengan Peraturan Perundangan-undangan yaitu UU No. 18/2017 tantang
Perlindungan Pekerja Migrant Indonesia, UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,
UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Permenaker No 10/2019
tentang Tata Cara Pemberian Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran
Indonesia.
"Dimana Menteri mengambil kebijakan tersebut tanpa didasari dengan langkah
Sanksi Administratif dalam hal peringatan terlebih dahulu sebelum memberikan
sanksi pencabutan izin," katanya lagi.
Sebab, Kata Dato' Zainul, kebijakan Menteri tersebut dianggap tidak ada kondisi hal
mendesak dan merugikan kepentingan negara, justru dengan Pencabutan izin
tersebut, Negara mengalami kerugian akibat dampak dari kebijakan tersebut yang
mengakibatkan Perusahaan P3MI dan seluruh Perusahaan cabangnya tidak dapat
lagi mejalankan operasional Perusahaanya sehingga perushaan merumahkan (PHK)
seluruh karyawan yang selama ini sudah bekerja.
"Bahkan lebih jauh dikawatirkan akan semangkin banyaknya TKI/PMI yang bekerja
di Luar Negeri dengan Jalur tidak sah atau Non Prosedural/ilegal yang sekarang ini
mangkin hari semangkin bertamba, dan Kami Merasa dirugikan akibat dikeluarkanya
Surat Keputusan Pencabutan izin tersebut," jelasnya.
Selain itu, Menteri juga dinilai melanggar Asas Kepastian Hukum dalam hal ini Asas
Non-Retroaktif, yaitu suatu asas yang melarang keberlakuan surut dari suatu
Peraturan Perundang-undangan, sama halnya dengan Objek Sengketa (SK
Pencabutan) tidak dapat diberlakukan kepada Penggugat yang Surat Izin
Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (SIPPTKI) yang masa berlakunya
belum berakhir hingga tahun 2021 bahkan lebih.
Bahwa, lanjutnya, satu aturan itu tidak boleh berlaku surut, namun ada
pengecualian jika aturan tersebut tidak merugikan pencari hukum, tapi bila aturan
tersebut dinyatakan merugikan, maka tidak berlaku, sebab akan terjadi kekacawan
hukum dan ketidak pastian hukum.
"Jika dianalogikan Contoh seperti seseorang yang membuat Surat Izin Mengemudi
(SIM) tahun 2019 seharga Rp 350.000, namun karena ada perubahan Peraturan
perundang-undangan tahun 2020 bahwa untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi
(SIM) harus membayar Rp 500.000, akibat perubahan peraturan tersebut maka org
tersebut SIM nya dicabut dan dianggap tidak berlaku jika mau berlaku lagi harus
bayar Rp 150.000 padahal masa berlaku SIM nya hingga 2021. Apakah ini adil?,"
Terang Dato' MZA.
Page 176 of 191.

