Page 235 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 JUNI 2020
P. 235
Hery mencontohkan, misalnya pada tahun 2020 ini, dari 5 juta orang pekerja korban PHK klaim
JHT rerata mengajukan klaim sebesar Rp 10 juta maka BPJS Ketenagakerjaan harus menyiapkan
dana minimal sebesar Rp 50 triliun untuk membayar klaim. Itu belum termasuk klaim jaminan
kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM) dan jaminan pensiun (JP).
"Tentu saja untuk menyiapkan dana sebesar itu harus ada persetujuan dari pemerintah dalam
hal ini Kemenkeu. Sebab, dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan berasal iuran peserta dan
pengembangan dananya dialokasikan melalui instrumen fixed income (deposito dan surat
utang), saham, reksadana dan sisanya pada investasi langsung (properti dan penyertaan)," kata
Hery.
Sepanjang tahun 2019, pembayaran klaim BPJS Ketenagakerjaan mengalami peningkatan
sebesar 21,2 persen atau mencapai Rp 29,2 triliun. Dengan perincian klaim untuk JHT mencapai
Rp 26,6 triliun untuk 2,2 juta kasus, JKM sebanyak 31.300 kasus dengan nominal sebesar Rp
858,4 miliar. Lalu JKK sebanyak 182.800 kasus dengan nominal sebesar Rp 1,56 triliun, dan JP
sebanyak 39.700 kasus dengan nominal sebesar Rp 118,33 miliar. Program JKK juga
melaksanakan manfaat return to work (RTW) kepada 901 orang peserta dimana sebanyak 748
orang sudah kembali bekerja.
"Pembayaran klaim BPJS Ketenagakerjaan di tahun 2019 mencapai Rp 29,2 triliun. Bagaimana
dengan kondisi yang akan terjadi hingga akhir tahun 2020 ini? Tentu dipastikan akan lebih besar
dari data yang dialami sepanjang 2019, bisa dua, tiga kali lipat bahkan lebih," tanya Hery
Susanto.
Hery Susanto mengatakan dari sisi kepesertaan, tercatat 55,2 juta pekerja atau mencakup 60,7
persen dari seluruh pekerja Indonesia telah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagaerjaan
hingga akhir Desember 2019.
Di tahun 2020, pandemi Covid-19 dengan besarnya korban PHK ini mengikis jumlah kepesertaan
BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan memacetkan jumlah iuran kepesertaannya akibat macetnya roda
perekonomian publik.
"Faktor solvabilitas dan likuiditas dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan harus menjadi prinsip
pengambilan kebijakan pelayanan klaim," ujarnya.
Ia menilai bahwa penurunan target penerimaan hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan sudah
terjadi sejak dua tahun terakhir yakni pada 2018 dengan capaian Rp 364 triliun dari target Rp
369 triliun, sedangkan pada tahun 2019 dicapai Rp 431 triliun dari target Rp 443 triliun.
Sepanjang tahun 2019, BPJS Ketenagakerjaan mencatat penambahan iuran sebesar Rp 73,1
triliun. Iuran tersebut ditambah pengelolaan investasi berkontribusi pada peningkatan dana
kelolaan mencapai Rp 431,9 triliun pada akhir Desember 2019.
Hasil investasi nya sebesar Rp 29,2 triliun, dengan yield on investment (yoi) yang didapat
sebesar 7,34 persen atau lebih tinggi dari kinerja IHSG yang mencapai 1,7 persen. Untuk alokasi
dana investasi, BPJS Ketenagakerjaan menempatkan sebesar 60 persen pada surat utang, 19
persen saham, 11 persen deposito, 9 persen reksadana, dan investasi langsung sebesar 1
persen.
Investasi BPJS Ketenagakerjaan dilaksanakan berdasarkan PP No. 99 Tahun 2013 dan PP No.
55 Tahun 2015. Kedua beleid tersebut mengatur jenis instrumen-instrumen investasi yang
diperbolehkan berikut dengan batasan-batasannya. Ada juga Peraturan OJK No. 1 tahun 2016
yang mengharuskan penempatan pada Surat Berharga Negara sebesar minimal 50 persen.
234