Page 230 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 JUNI 2020
P. 230
besar jumlahnya tidak akan jauh meleset bahkan diprediksi akan meningkat, lebih-lebih jika
pandemi tidak segera berakhir. Padahal, semuanya itu merupakan roda penggerak ekonomi
bangsa.
Di industri otomotif misalnya --- sebagaimana liputan Tempo yang dipublikasi pada majalah edisi
13-19 April lalu, beberapa pabrik kendaraan bermotor mulai menghentikan produksi. Akibatnya,
rantai pasok komponen suku cadang yang kebanyakan berada pada skala Industri Kecil dan
Menengah (IKM) kini terancam lumpuh. Jika diakumulasi, jumlah pekerja terdampak sebanyak
250 ribu orang. Itu baru dari satu sektor, belum termasuk usaha transportasi, perhotelan, biro-
biro perjalanan, kuliner/restoran, dan masih banyak lagi.
Bukan hanya Indonesia, gelombang wabah PHK juga menjadi momok bagi hampir semua
negara di dunia. Organisasi Buruh Internasional (ILO)padapertengahan Maret lalu telah
mewanti-wanti pemerintah agar menyiapkan jaringan pengaman sosial bagi para penganggur
yang melonjak tajam.
Dalam laporan bertajuk "COVID-19 and The World of Work: Impact and Policy Res-
ponses".sebagaimana dilansir Tempo (13/4). ILO memperkirakan jumlah pengangguran di
dunia akan bertambah 24,7 juta orang dari tahun lalu yang sebanyak 188 juta. Proyeksi ini
menjadi kian menyeramkan karena mengancam kaum muda yang bakal lebih sulit mencari
pekerjaan. Gerak Cepat-Tepat Masyarakat yang bahu-membahu meminimalisasi dampak kedua
wabah ini layak diapresiasi.
Berbagai ide bermunculan di media sosial dan dipraktikkandi lapangan. Para tokoh/ figur publik
misalnya, menginisiasi pengumpulan dana untuk disalurkan kepada yang terdampak.
Komunitas-komunitas sosial seperti Ansor, Gus-durian. pun tak ketinggalan sumbang dana dan
daya. Ada juga yang turut dalam gerakan-gerakan kecil seperti memesan makanan untuk
pengemudi ojek, dan sebagainya.
Namun, berbagai upaya solidaritas itu tidak akan bisa menjawab permasalahan secara
menyeluruh. Pemerintahlah yang harus memecahkannya dengan solusi. Kebijakan abu- abu
seperti larangan mudik dan ojek berpenumpang sepatutnya tidak terulang lagi. Makin tidak
karuan keputusan yang diambil, makin lama wabah berakhir, pemulihan pelaku usaha makin
sulit, lapangan pekerjaan makin sedikit, dan angka kemiskinan makin tinggi.
Benar, bahwa pemerintah telah merespons ancaman pengangguran dan kemiskinan akibat
Covid-19 lewat perubahan kebijakan keuangan. Sebulan yang lalu misalnya. Presiden Joko
Widodo mengumumkan alokasi anggaran untuk penanganan dampak pandemi ditambah Rp
405.1 trilyun. Setengahnya dirancang akan dipakai untuk mengurangi beban industri dan
memulihkan perekonomian nasional.
Sayangnya, belum ada program konkrit sebagai sarana penyaluran dana pengaman sosial
tersebut, kecuali program kartu prakerja yang kini diperluas cakupannya dan dipercepat
implementasinya.
Program ini tadinya diperuntukkan bagi pencari kerja baru sebagaimana janji kampanye
presiden. Sekarang menjadi tidak relevan karena di dalamnya masih terdapat biaya pelatihan
sebesar Rp 1 juta dan dana survei sebesar Rp 50 ribu, yang hampir dapat dipastikan tidak begitu
dibutuhkan oleh para penganggur baru.
Stimulus dari pemerintah harus lebih tepat guna dan tepat sasaran, agar alokasi anggaran yang
relatif besar itu tidak sia-sia. Program kartu prakerja itu baik adanya. Akan tetapi mestinya dibagi
dalam dua klastcr. Yang pertama ditujukan kepada pencari kerja baru sebagaimana rancangan
semula, dengan komponen beaya pelatihan dan survei di dalamnya.
229