Page 193 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 OKTOBER 2020
P. 193
"Kemudian perhitungan KLH per provinsi, per kabupaten dan kota, itu dihitung dari data yang
diserahkan oleh BPS, dan saat ini belum ada. Padahal di Permenaker Nomor 18 Tahun 2020 itu,
satu bulan sebelum jatuh tempo UMP , harus sudah ditetapkan KHL-nya itu. Nah itu yang
pertama, kalau mengacu ke peraturan yang baru," katanya.
Kemudian jika mengacu pada Peraturan Menaker Tahun 78 Tanhun 2015 tentang Pengupahan,
UMP terbaru ditetapkan berdasarkan hasil penambahan antara UMP tahun sebelumnya ditambah
angka inflasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau pertumbuhan ekonomi.
"Kalau lihat sekarang di Jabar, inflasinya minus atau deflasi, kemudian pertumbuhan ekonominya
juga minus lumayan besar ya. Otomatis kalau perhitungan menggunakan permenaker yang
lama, maka UMP akan turun," katanya.
Tentu saja, kata Rachmat, penurunan UMP sangat tidak diharapkan oleh serikat buruh .
Karenanya, pihaknya akan terus melakukan konsolidasi terbaik supaya bisa ditempuh
kesepakatan terbaik dari berbagai pihak terkait.
"Nah penurunan ini kan pasti tidak mau para pekerja dan serikat. Ini yang harus kita
konsolidasikan di Dewan Pengupahan yang terdiri dari unsur serikat pekerja dan pengusaha .
Kita cari win-win solution yang terbaik. Kemudian di konsolidasi ini, saya akan minta
dinarasumberi dari Kemenaker minimal eselon dua, setingkat direktur hadir, untuk bisa jelaskan
kepada kita semua," katanya.
Pembahasan UMP di dewan pengupahan tingkat pusat, katanya, diserahkan kepada tingkat
provinsi. Pengupahan ini akan menentukan, apakah akan mengacu pada peraturan lama atau
cari jalan lain.
"Ya jelas kalau pemerintah kan tidak mau gaji karyawan dan buruh turun, tidak mungkin. Kalau
naik pun pasti pengusaha juga kerepotan dengan situasi kondisi sekarang. Kita cari win-win
solution, bagaimana dari pihak pengusaha dan serikat, kan negara kita negara musyawarah,"
ujarnya.
Jika serikat pekerja ingin UMP naik seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni minimal 8 persen,
Rachmat mengatakan mungkin banyak juga pengusaha yang bisa menyanggupinya.
Tapi mungkin akan lebih banyak pengusaha yang tidak bisa menyanggupinya, yang ujung-
ujungnya banyak perusahaan yang tutup. Hal ini akan berdampak pada penambahan angka
pengangguran yang sudah tinggi, tambah tinggi lagi.
Mengenai poin-poin KHL yang ditetapkan Kementerian Tenaga Kerja, katanya, ditetapkan oleh
BPS. Namun belum ditetapkan, padahal harus dihitung menggunakan data rata-rata harga per
jenis kebutuhan.
"Dari BPS belum ada, kan masih dihitung. Padahal sebulan sebelum jatuh tempo, ini harus sudah
ditetapkan. Dan kita tahu kondisi harga sekarang kan dampak Covid-19 , tidak jelas. Tapi
November UMP harus disahkan. Mudah-mudahan, seminggu ini selesai, musyawarah cari yang
terbaik. Usaha tetap jalan, pekerja buruh tetap dapat gaji yang layak untuk bisa berjalan di
tengah deraan Covid-19 ," katanya. (Sam).
192