Page 134 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 FEBRUARI 2021
P. 134
penundaan kewajiban pembayaran utang yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian"
(pasal 46 ayat 1); serta "perusahaan pailit" (pasal 47).
Ketentuan pesangon 50 persen juga terdapat dalam pasal 52 ayat (1), yaitu ketika
"pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan
pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut." Bila pelanggaran bersifat mendesak, maka
buruh tidak memperoleh uang pesangon sama sekali. Ini tertulis dalam pasal 52 ayat (2). Sifat
mendesak yang dimaksud di antaranya penipuan, pencurian, dan penggelapan perusahaan,
membocorkan rahasia perusahaan, judi, dan mengancam teman sekerja.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto berharap aturan turunan ini "akan
dapat memperluas lapangan kerja baru dan diharapkan akan menjadi upaya pemerintah
mengungkit ekonomi akibat pandemi COVID-19." "Pertumbuhan ekonomi nasional ditargetkan
sebesar 5,3 persen pada tahun 2021 ini," kata Airlangga di Jakarta, Minggu (21/2/2021) lalu.
ATR/BPN Bantah UU Cipta Kerja Bikin Alih Fungsi Lahan Meningkat Rezim Upah Murah Sebelum
ada peraturan turunan bahkan sebelum disahkan menjadi UU, Cipta Kerja telah ditolak banyak
kalangan termasuk para buruh. Mereka berkali-kali menggelar demonstrasi tapi tak ditanggapi.
Peraturan ini sekadar mempertegas sikap itu.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan PP baru
membuktikan bahwa buruh--semua orang yang menjual tenaga kerjanya dan diupah--semakin
tidak terlindungi. Regulasi ini semakin mempermudah pengusaha untuk memutus hubungan
kerja. "Akan banyak perusahaan yang dengan mudahnya menyatakan sedang efisiensi alias
merugi tanpa perlu repot membuktikan ada kerugian atau tidak," jelas dia kepada reporter
Tirto,Rabu (24/2/2021).
Sebelum ini pemerintah lewat Kementerian Ketenagakerjaan telah mengizinkan perusahaan
industri padat karya menyesuaikan besaran upah dan cara pembayarannya untuk mengantisipasi
dampak pandemi.
Dalam peraturan tersebut pengusaha tidak wajib membuka laporan keuangan yang telah diaudit
untuk membuktikan terdampak dan merugi karena pandemi. Selain itu ia juga tidak "memberikan
jaminan perlindungan hak apabila pekerja tidak sepakat." "Kami khawatir peraturan yang
memperbolehkan pengusaha mengurangi upah dan pesangon pekerjanya dengan alasan COVID-
19 ini akan dilakukan juga oleh pengusaha di sektor industri yang lain" katanya.
Mirah mengatakan peraturan turunan yang isinya termasuk memotong pesangon "lebih parah."
Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan
di satu sisi "memang banyak investor yang mengeluhkan sistem pengupahan termasuk pesangon
Indonesia yang memang lebih rigid dibandingkan negara lain." Namun yang keliru dari
peraturan ini adalah ia tidak berorientasi jangka panjang: dibuat untuk mengantisipasi masa
pandemi dan resesi tapi jadi aturan baku untuk diaplikasikan di masa normal.
"Pada saat mengalami resesi, pandemi, baru ada keringanan tapi tidak boleh pukul rata," kata
dia kepada reporter Tirto,Rabu.
UU Cipta Kerja Tak Jawab Tantangan Startup Nasional Jika pemerintah bersikeras menerapkan
aturan tersebut, mereka perlu membuka pembicaraan dengan para pengusaha dan serikat
pekerja agar aktivitas operasional tidak terganggu dengan perdebatan alot soal skema upah dan
pesangon, katanya.
"Dialognya jangan berhenti walaupun memang susah. Jangankan pada masa pandemi, sebelum
pandemi pun kan isu pesangon dan upah itu demo terus.
133