Page 99 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 SEPTEMBER 2020
P. 99
Namun, Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2020 tentang Penyesuaian Iuran Program
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan selama Bencana Non alam Penyebaran Covid-19 baru
dikeluarkan pada akhir Agustus.
Keterlambatan tersebut membuat Soeprayitno mempertanyakan sense of urgency 'anak buah'
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Dunia usaha masih menyayangkan sebenarnya peraturan ini agak telat karena butuh waktu
sekitar 5 bulan untuk diterbitkan sejak diperintahkan oleh Presiden, tentu ini menimbulkan
pertanyaan sense of crisis dan sense of agility pemerintah," katanya lewat diskusi daring
'Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2020' pada Kamis (24/9).
Kritik tersebut dilontarkan sebab dia menilai sebetulnya relaksasi iuran dibutuhkan sejak awal
pandemi masuk RI, baik kepada pekerja mau pun pemberi kerja.
Sejak awal, ia menyebut telah melihat kebutuhan relaksasi. Bahkan, dia mengusulkan untuk
membebaskan 100 persen kewajiban membayar selama 12 bulan tanpa mengurangi manfaat
bagi pekerja.
Pun telat, ia mengaku tetap mengapresiasi potongan iuran yang ditetapkan sejak Agustus ini.
"Menurut Apindo, walau telat masih mending dibanding tidak sama sekali," imbuh dia.
Sebagai informasi, pemerintah menerbitkan PP Nomor 49 tahun 2020 untuk memberikan
keringanan pembayaran iuran para peserta BPJS Ketenagakerjaan sebesar 99 persen hingga
Januari 2021.
Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan E Ilyas Lubis mengungkap program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) akan mendapatkan potongan sebesar 99
persen.
"Keringanan dengan diberikan potongan 99 persen dan hanya membayar 1 persen" ujarnya
dalam virtual press conference, Kamis (24/9).
Khusus JP, iuran yang tertunggak selama 2020, wajib dibayarkan secara bertahap pada tahun
setelahnya.
(wel/sfr).
98