Page 148 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 DESEMBER 2020
P. 148
Jika energi terbarukan digarap serius, satu masalah, yakni pengangguran bisa diatasi, karena
sektor ini membuka peluang lapangan kerja baru yang cukup besar.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan
pemerintah Indonesia seharusnya lebih serius menggarap energi terbarukan untuk mengurangi
pengangguran.
"Jadi ekonomi tumbuh lebih resilient, dan di satu sisi menciptakan tenaga kerja hijau sehingga
bisa mengatasi pengangguran," kata Fabby.
Fabby memberikan gambaran, penambahan satu gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga surya
(PLTS) bisa menciptakan lapangan kerja sampai dengan 30 ribu orang.
Jika pembangunan PLTS semakin massif, industri lain seperti modul surya juga akan tumbuh.
"Kami bayangkan kalau pasarnya bisa tumbuh 3 GW per tahun, maka kemudian diharapkan
industri baik dari shell, kaca, sampai modul suryanya bisa tumbuh. Mereka tidak hanya kompetitif
di pasar nasional, tapi juga di pasar global," tutur Fabby.
Sedangkan Direktur Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian PPN/Bappenas
Mahatmi Parwitasari Saronto memprediksi angka pengangguran pada 2020 bisa mencapai 11
juta orang.
Untuk itu, energi terbarukan diyakini bisa menjadi salah satu strategi pemulihan ekonomi,
pengembangannya perlu mendapat insentif dan stimulus.
Menurut Fabby, China, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Uni Eropa sudah
membuktikan pengembangan ekonomi berbasis lingkungan bisa mengatasi krisis.
China, misalnya, memberikan insentif untuk pengembangan angkutan umum massal. Selain
memangkas waktu perjalanan, konsumsi bahan bakar minyak bisa ditekan serendah mungkin.
Padahal selama ini, sudah menjadi rahasia umum bahawa China salah satu negara pengimpor
bahan bakar minya terbesar.
"European Union memberikan stimulus berupa feed in tarif untuk pengembangan solar. Dan saat
ini sejumlah negara di EU cukup berhasil mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya," kata
Fabby.
Karena itu, menurut Fabby, pemberian insentif pada sektor energi terbarukan sangat penting
bagi kondisi di Indonesia saat ini. Fabby melihat ini sebagai sebuah kesempatan.
Apalagi Indonesia menargetkan pada 2025 bisa mencapai 23% energi terbarukan. Indonesia
juga berkomitmen mengurangi emisi hingga 29 persen pada 2030.
Direktur Program Koaksi Indonesia Verena Puspawardani mengatakan pemanfaatan energi
terbarukan yang masih terbatas perlu didorong lebih agresif dengan berbagai terobosan, seperti
kebijakan, pendanaan, teknologi, dan sumber daya manusia.
147