Page 251 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 2 NOVEMBER 2020
P. 251
Roy mengatakan UMP 2021 Jawa Barat cacat hukum karena hanya mempertimbangkan kondisi
pandemi Covid-19. Gubernur Jawa Barat dinilai tidak mempunyai rasa sensitifitas terhadap
kondisi kaum buruh di Jawa Barat.
"Kenaikkan upah minimum sangat dinanti-nantikan oleh kaum buruh untuk menjaga daya beli
kaum buruh.
Gubernur Jawa Barat lebih berpihak terhadap keinginan para pengusaha yang menginginkan
upah tidak naik, sedangkan Gubernur DKI, Jateng, dan DIY, tetap menaikkan upah minimum,
dengan mengabaikan SE Menaker ," tuturnya.
Roy menuturkan kaum buruh menyatakan menolak SE Menaker tersebut dan UMP 2021 Jawa
Barat. Pihaknya meminta Gubernur Jawa Barat untuk menaikkan upah minimum tahun 2021
minimal 8,51 persen.
"Kaum buruh akan melakukan mogok daerah secara serentak di seluruh kabupaten kota di Jawa
Barat dan juga di kantor Gubernur Jawa Barat dalam waktu dekat ini," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menetapkan Upah Minimum
Provinsi (UMP) Provinsi Jabar tahun 2021 sebesar Rp 1.810.351,36. Besaran UMP Jabar 2021
diatur dalam Keputusan Gubernur Jabar Nomor 561/Kep.722-Yanbangsos/2020 tentang Upah
Minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 2021.
Penetapan tersebut pun sudah diumumkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi
Jabar Rachmat Taufik Garsadi dalam jumpa pers di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (31/10).
"Sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, bahwa gubernur selambat-
lambatnya harus menetapkan dan mengumumkan UMP pada tanggal 1 November. Kewajiban
itu harus dilaksanakan," kata Rachmat melalui ponsel, Minggu (1/11).
Rachmat menyatakan, penetapan UMP Jabar mengikuti Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja
Nomor M/ll/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi
COVID-19 dan Surat Rekomendasi Dewan Pengupahan Jabar Nomor Nomor 561/51/X/Depeprov
perihal Rekomendasi UMP Jabar 2021.
"Aturan terkait penetapan upah minimum ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun
2015. Yang pertama bahwa lima tahun setelah penetapan PP ini segera ditetapkan kebutuhan
hidup layak (KHL)," ucapnya.
"Aturan mengenai penggunaan KHL sudah keluar, yakni Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
(Permenaker) Nomor 18 Tahun 2020. Aturan itu mengharuskan Dewan Pengupahan Provinsi
segera menetapkan KHL berdasarkan data-data dari BPS (Badan Pusat Statistik)," katanya.
Akan tetapi, kata Rachmat, hingga rapat pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jabar berlangsung
pada 27 Oktober, BPS belum merilis data-data KHL. Selain itu, berdasarkan PP Nomor 78 Tahun
2015, penetapan UMP itu dilandasi UMP tahun berjalan dikalikan penambahan dari inflasi dan
laju pertumbuhan ekonomi.
"Sampai saat ini, kami belum menerima rilis data inflasi untuk triwulan ke III 2020 dari BPS.
Rencananya, data inflasi akan dirilis 2 November 2020. Sedangkan, laju pertumbuhan ekonomi
pada 4 November," katanya.
Rachmat menyatakan, jika merujuk pada inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi triwulan II 2020,
maka UMP Jabar dipastikan akan menurun. Oleh karena itu, pihaknya mengikuti SE Menteri
Tenaga Kerja Nomor M/ll/HK.04/X/2020.
250