Page 145 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 DESEMBER 2020
P. 145
Lanjutnya, meskipun bunyi pasal-pasal tidak secara eksplisit mengatakan korporasi, namun
korporasi tetap bisa dikenakan pertanggungjawaban atas suatu tindakan pidana. "Khususnya
terkait kluster ketenagakerjaan, walaupun diformulasikan dengan frasa 'Barang siapa', tapi itu
tetap merujuk pada dua subyek hukum. Yaitu, orang per orangan atau manusia dan badan
hukum atau korporasi dan perkumpulan," katanya.
Untuk itu, dari lima teori atau doktrin pertanggung jawaban pidana korporasi, Harun menyebut
dua teori yang sesuai dengan UU Cipta Kerja atau peraturan lain yang mengatur mekanisme
pertanggungjawaban pidana oleh korporasi. Yakni, teori identifikasi atau direct liability doctrine
dan doktrin pertanggugjawaban pidana agregasi (doctrine of aggregation).
"Teori identifikasi ini penitikberatannya pada bagaimana pertanggunjawaban pidana itu baru bisa
dibebankan pada korporasi apabila perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh orang yang
diidentifikasi sebagai directing mind atau otak langsung yang menjalankan seluruh aktivitas
korporasi," jelasnya.
Dijelaskan Harun lebih jauh, orang yang sebagai directing mind ini lah yang dimintai
pertanggungjawaban tindakan pidana. Selanjutnya, korporasi dapat dikenakan hukuman pidana
atas perbuatan orang tersebut.
Adapun doktrin pertanggugjawaban pidana agregasi, lanjutnya, itu menitikberatkan pada
kesalahan sejumlah orang secara kolektif, yang bertindak atas nama dan kepentingan suatu
korporasi.(rmn).
144