Page 34 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2020
P. 34
Ringkasan
Setelah disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna DPR, draf
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang beredar di masyarakat justru berubah-ubah. Jika
perubahan ini benar terjadi dan dilakukan setelah melalui pengesahan dalam Rapat Paripurna
DPR, akan membuat regulasi yang dibentuk dengan mekanisme omnibus law itu berpotensi cacat
formil. Setelah RUU Cipta Kerja disetujui untuk disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR
pada 5 Oktober lalu, hingga Senin (12/10/2020), Kompas menerima tiga draf UU itu.
DRAF UU CIPTA KERJA DIDUGA BERUBAH
Dalam sehari, beredar dua draf RUU Cipta Kerja yang berbeda. Hal ini memunculkan dugaan
adanya perubahan atas RRUU itu meski telah disetujui untuk disahkan menjadi RUU.
JAKARTA, KOMPAS - Setelah disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang pada Rapat
Paripurna DPR, draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang beredar di masyarakat justru
berubah-ubah. Jika perubahan ini benar terjadi dan dilakukan setelah melalui pengesahan dalam
Rapat Paripurna DPR, akan membuat regulasi yang dibentuk dengan mekanisme omnibus law
itu berpotensi cacat formil.
Setelah RUU Cipta Kerja disetujui untuk disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR pada
5 Oktober lalu, hingga Senin (12/10/2020), Kompas menerima tiga draf UU itu.
Draf pertama setebal 905 halaman diperoleh dari unsur pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR,
Achmad Baidowi dan Willy Aditya, pada 5 Oktober. Saat itu, keduanya menyebutkan substansi
dalam draf itu merupakan yang disetujui dalam rapat paripurna. Namun, draf belum dapat
diakses oleh publik karena, menurut mereka, ada kesalahan penulisan kata serta kurangnya
tanda baca di dalam draf sehingga masih perlu diperbaiki. Adapun substansi dijanjikan tidak
berubah.
Senin pagi, Kompas menerima draf UU dengan jumlah 1.035 halaman dari Sekretaris Jenderal
DPR Indra Iskandar. Indra mengatakan, draf itu hasil perbaikan oleh Baleg DPR pada Minggu
(11/10) malam. Ia pun menyebutkan draf itu draf final yang akan dikirim ke Presiden Joko
Widodo untuk ditandatangani dan disahkan.
Namun, pada Senin malam, Indra kembali menyampaikan draf UU. Kali ini jumlah halaman pada
draf menyusut menjadi total 812 halaman. Alasannya, bentuk format kertas diganti, dari semula
berbentuk format kertas legal menjadi A4. "Ini draf yang final. Sudah tidak akan ada lagi rapat
perbaikan draf oleh Baleg karena sudah selesai," katanya.
Menurut Indra, perbaikan draf dilakukan oleh Baleg DPR bersama tenaga ahli Baleg.
Perubahan substansi
Selain dari jumlah halaman, hasil pengecekan Kompas, juga ada perbedaan sejumlah substansi
di tiga draf tersebut. Misalnya, aturan pesangon. Pasal 156 dalam draf versi 905 halaman
mengatur, pemberian pesangon saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) diberikan "paling
banyak" 19 kali upah sesuai dengan masa kerja. Pada draf 1.035 halaman, frasa "paling banyak"
dihapus. Sebagai gantinya, diberikan frasa "dengan ketentuan". Frasa "dengan ketentuan" itu
kemudian dipertahankan dalam draf versi 812 halaman.
Perubahan juga terjadi pada bunyi Pasal 156 Ayat L Di draf 905 halaman disebutkan, pengusaha
wajib membayar pesangon bagi buruh yang terkena PHK. Namun, aturan ini berubah di draf
1.035 halaman sehingga kewajiban pengusaha membayar pesangon hanya dalam kondisi-
33